Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label PUISI

Puisi Muhammad Tolhah Kumbakarna

Pukul 21.30   Pukul 21.30 kita bercengkrama Kemudian kita saling suap perihal canda dan air mata Secuil nasi hinggap disudut bibirmu, ku usap, kau tertawa Hingga fajar tiba, kupeluk kau mesra tanpa arah.    Dingin hawa ruang tunggu RS Adi Husada Kau genggam tanganku yang sedang meregang asa Delapan jahitan dibagian Fibula agar tidak mengangah luka Malah takdir yang mengoyak Atma   Hai, masihkah kau ingat rasa tembakau yang kutitipkan  pada bibirmu yang merona?     Benang Raja   Ketika kita bercengkrama.  Hujan melantunkan nada.  Benang Raja melengkung indah.  Menyaksikan alunan hangat peluk kita.   Darah segar keluar  dari cela Tibia dan Fibula.  Mengucur indah merangkai kisah.  Berjuta kisah bertukar lara.  Kala setia menjelma  korban putus asa.    Getar tanganmu jadi saksi luka.  Kisah kita menjadi prahara.  Ketida...

MALAM-MALAM

(Teruntuk Ken Amyafana) Sibuklah aku membaca, menyepi menergap malam dan menghampiri sesudut ruang terpampang aku mengikis samudera panjang tergulung hujan. Aku melapangkan kasihku sampai ke Tuhan, cintaku tertumpuk lautan berlapis-lapis tanpa sadar tubuhku deret air embun yang bertahan, aku sadar, menyayangimu adalah aliran sepi menggumpal. Dalam sepi, dan ramai. Hingar bingar senyummu berderet menyumbang lapar haus dahaga. Menjadikan arti kian mendalam, menyeruak sampai ke relung paling dalam. Semakin malam, semakin ku tatap, malah sunyi kudapat. Menyapa jalan melewati garis lindap mengurung tepi seakan padat berabad-abad Hari-hari kian melenggang, malam-malam melapangkan, perdetik menjerit sabar, dan esok aku menyangkal, tiada hari kebohongan karena kau selalu berterus terang. (Selasa, 2018)

Tuhan Selalu Berbentuk Kata-kata yang Mengikat

Aku mengerti, memang bukan saatnya aku memikirkan dirimu yang sesungguhnya. Aku hanya main-main dengan pikiranku. Imajinasiku pun turut mengikutinya. Di balik itu semua, sebenarnya aku bodoh jadi diri sendiri. Menyalahkan diri sendiri itu penting dari pada menyalahkan orang lain. Seperti kau berhijrah ke bentuk permukaan, kau lebih menonjolkan identitas yang gampang sekali diartikan orang lain. Mbok ya sekali-kali buat orang itu sulit menilaimu. Mulanya kau tampak penuh kesalahan, namun seketika itu kau berubah seperti Tuhan, maha benar atas segala postingan. Mirip tetanggaku, berkumpul membentuk koloni-koloni di tiap RT, satu RT membahas RT yang lain, RT satunya lagi membahas RT lainnya. Seperti itu, kesalahan terus berputar dan berkeliling. Biarlah, mereka saling menikmatinya. Biar kata-kataku menjadi lepas dan telanjang satu per satu. Seperti keponakanku yang berumur lima tahun, ia tidak bisa melepas pakiannya satu per satu. Dari atas sampai bawah. Dari rambut panjangn...

Aku Berani Menyapamu

Malam adalah cerita masa silam yang cukup lalai, ku ingat sebilah rembulan dan sepotong bintang jatuh di matamu. Malam itu, kau meninggalkan kata-kata, berenang ke pemukiman air mata, menjadi tempat layu jadi mekar, embun jadi kado pesta ulang tahunmu. Sesekali aku mengingat, kau berusaha menjadi dirimu, gelas-gelas kering yang teriak nama kecil, kau seperti mereka saat bermain kelereng satu lawan satu. Aku mencintaimu dari kado yang datang malam itu, bukan kau yang mengantarnya. Aku memungutnya bersama para kawanan tukang sampah dan anak-anak mereka. Kado itu berupa beberapa pertanyaan yang mengingatkanku di bangku anak-anak. Ingatan tentang siang hari para tetangga yang berkumpul bercerita tentang tetangganya masing-masing. Perihal jodoh dan cita-cita anaknya mencari bulan siang hari. Ibuku tetap di rumah, menjadi ibu paling baik dari ibu-ibu yang lain. Menjaga kesucian kata-katanya, mirip angin memelihara bunga melati, jadi putih, ranum harum bunga ketumbar. ...

PESAN IBU HARI MINGGU

Tiap kali bangun tidur aku ingin semua mimpi menjadi kenyataan. Tentang jalan kota bersih dan semua orang lempar senyum saat bersimpangan. Orang bangun tidur adalah orang terjaga dari keramaian, jauh dari kekecewaan. Yang paling mengerti adalah ibuku, ia paham bagaimana cara meredam amarah, karena bahasanya terbuat dari masa kecilnya. Aku tidak punya alasan lain untuk tidak mencintainya. Hati ini terbuka bagi kata-kata desa, menyusun rencana hari minggu keliling kota menyusuri jalan kesedihan. Andaikan aku menulis hari ini, tidak seorang pun bisa menjadi tubuh paling lengkap ditulis kecuali ibu. Sejak dulu aku kurang percaya kata-kata adalah jelmaan manusia, ia bisa bebas dan menyendiri, bohong dan jujur jadi butiran beras yang diseka pejalan kaki. Ia tidak lelah melihat pemandangan kota, hasil dari sakit berkepanjangan. Seperti ibu-ibu tua penjual jeruk dalam mobil bahkan penarik becak menunggu penumpang sambil matanya berubah bahasa Tuhan paling indah. Mirip ibu menun...

WAKTU TERAKHIR KEMBALI

Waktu semakin gelap, nama-nama tersebar di mana-mana. Aku percaya kau terlalu bahagia melupakan hari kemarin. Seperti doa yang lupa kau sebut dan angin yang lupa jalan kembali. Terakhir kali waktu turun mendekat tanpa kata-kata. Ia diam mengunci mulut tiap kali jendela terbuka. Angin membuatku lebih marah, ia membawa cerita pergi dari tanganmu. Aku bingung bagaimana berjalan jika mataku setengah sadar. Dari mata, aku membuka masa yang pernah ku impikan dari kecil. Bermain mobil-mobilan sampai lututku terluka dan menangis pulang ke rumah. Aku beraharap kepulanganmu jangan ada tangis. Ku lihat doa-doaku mengalir bertamu sambil mengecup jalan yang kau lewati.  Pantai tempat favoritmu melihat kapal-kapal berlayar membuka nasib, di samping pasir pantai yang tak kau sukai warnanya. Tapi kau menyukai gambarnya. Aku sedikit hafal apa yang kau sukai dan tak kau sukai. Aku pernah ingat kau menangis di pojokan kelas di lantai satu. Kau menangisi dirimu sendiri yang tak kunjung...

CERITA KOPI DALAM PELUKAN

(1) Dari kopi tadi malam, aku banyak tau tentang dirimu. Rasa pahit dari kopi terasa momen yang tepat untuk menggambarkan tentangmu. Sebab aku tak bisa melewati seluruh bayangmu, jika cintamu tak pernah kau hardikkan pada semanis gula kopi masa lalu. Bahkan Terkadang kamu lupa tentang waktu, sehingga tak engkau sempatkan menyelami haus dahagaku. Tentang malam itu, suara langit menggema dari dasar hatimu. Terdengar bising sampai jatuh dalam pelukanku Kau pernah berbicara perihal awan yang pekat, sungai yang panjang dan gunung yang menjulang tinggi. Tapi tidak pernah kau ajarkan untuk menikmati keindahannya lewati mesranya dirimu. Pernah aku baca detak jantungmu yang mulai layu,  sebab dari mataku  ada pekat awan yang fana Ku raba seluruh jemarimu yang halus bagai wujudku tentang rindu. (2) Perihal kopi, sengaja aku menutup mataku. Barangkali aku lebih berkonsentrasi untuk menghitung tiap sel cintamu. Agar ampas kopi saja yang selalu ...

AKU SANGKA BESOK KABUT MELAYAP

Dalam susah besok ku sangka kabut melayap. Musim kemarau berhilir ke dekapan pelabuhan. Suara nyanyian burung-burung silau pada hujan. Hujan berdayung duri. Sengaja aku berdiri dengan gelombang. Membuat boneka dari puisi. Apa saja yang ku dapat saat bernyanyi. Menghitari seluk pantai di ujung pandawa. Hanya pandai tatapan matanya. Seutas itu bersuara nyaris membuat dahaga. Dayung kapal selam di kemudian. Menyelam dari biru ke haluan. Apa daya diriku berjalan. Sama halnya ombak di tengah lautan. Salam sayang bila tak karuan. Suara diujung titik pusar laut. Pasir berdebu melihat rona penjual. Dia penjual nurani dalam jiwa. Aku berharap tak jadi penjual. Karena penjual hanya menjajakan. Bukan mengikhlaskan. Tak disangka, payung berdiri. Menutupi duka waktu senang. Bila harus bimbang, aku tak sangka waktu memang gelap. Apa bedanya laut dalam sangkar. Bila tak bisa keluar. Keyakinan adalah bagaimana memandang. Kepercayaan adalah bagaimana menguatk...

TAMPAK BAJU KUSUT

Baju tampak kusut Meninggal dalam kasih seputung rokok. Membungkus asap ketika berantakan. Tolong.!!, sampaikan dahaga ku pada dasar telaga. Untuk kertas yang mengusap air mataku. Carilah dia dan mengapa tidak berani. Sejenak malam itu. Banyak kutemui manusia dalam sarung. Menangis dengan petang, bercanda dengan alam. Kebahagiaan tergantung saat rerumputan bergoyang. Dalam catatan perumpamaan. Dia adalah seorang hak dan kewajiban. Gambaran musafir coba untuk aku pahami. Ibadah atau kesenangan. Mungkin kecurangan. Bahkan sambungan hegomoni yang tak dapat dikenang. Bulan datang saat gerhana. Langit cerah bermain saat mendung. Hujan datang saat kemarau. Tapi dirimu ada sebab simbol anjing lapar. Kabut-kabut harimau beraujud kepadamu. Kau disalah sangkakan dengan keTuhanan dari arti kebijaksanaan. Senin, 15 Mei 2017

POJOK MALAM

Embun terbelah cahaya bersinar dari gelap Tetesan terpusat dari kalbu terbawa seringai burung-burung Pohon-pohon menghujat diriku Bahwa aku mulai menggoda manis wajahmu Senyummu membelah harga dari duri Tergurai indah rambut tengkurap tidak kuartikan Kuhendakkan diri mengenal wajah berwarna haru Pojok malam tergurai cahaya bekas pagutan tentangmu Aku mengukir indah bahasa tubuhmu di urat-urat dedaunan Terbawa angin yang terbuat dari sajak para penyair sunyi Sejak malam tak dapat aku artikan gelombang tawamu Antara terima bahkan bertamu Pada butung hantu saat sendu Kenyaringan tak tersampaikan pada masa lalu Yang terbawa oleh aku dan dirimu Ayo beradu di dalam cinta daku Akan ku ikhlaskan jika tak terimanya diriku Diiringi suara musik dengan kepulan asap yang tak bertepi Tanpa ada jarak jika aku mngenalmu Terseringai rerumput dan setetes embun pagi itu Terpancar dari tubuhku yang kuharap mawar datang bersamamu Tapi melati birahi menjelma dari sudut-su...

Tertawa Lepas di Sabana

Suara kehidupan Terlepas riang terbawa ingatan Sampai ke sabana Terhanyut melodi saat dekapan hangat bersamamu Sukma angin berhamburan beriring cemara tutur tindakmu  terniang wajah anggun yang berpaling Dari serawut luka hitam bersua Namun Kedamaian membawa dekapan tanpa makna Di mimpi rangkulan mesra sudah berbeda Ketika mereka terbawa hanyut dari kegugupan Lubang kecil semakin lebar Tertimbun anggukan aroma duri di kepala Mereka bisa tertawa lepas di sabana Sampai lubang kecil tertutup dengan bara berduka Bersua, makan, minum, bersama diatas genggaman-genggaman yang terlewatkan Surabaya 20-04-2017

SELUAS SABANA

Seluas sabana memandang. Dirimu jauh terdalam. Hijau pencerah pandangan. Kapan pandangan wajah secerah alam. Angin jatuh masuk tulang. Terkikis nurani kematian. Kebisuan menuntun jalan. Setapak dari alam. Alam percaya dirimu. Karena penyebar bau. Sepanjang jalan paling hening. Tercium bau luka. Mengadah terpanah cahaya. Sabana pun tak kuasa, karena kesucian Yang menjulang fajar Bayangan kebersamaan tempat cerminan Surabaya, 20-04-2017

SETELAH LAMA RUMPUT TAK TUMBUH DI SABANA

/1/ Setelah lama rumput tak tumbuh di sabana. Kini dia tumbuh subur di tempatnya. Sekian lama akarnya hilang, sekarang tumbuh dengan sendirinya. /2/ Kalau memang akar kebodohanmu adalah kebohongan Diatas kejujuran. Bukan kerelaan hati untuk mengabdi. Kalau memang kebutuhanmu adalah mengharap rembulan datang pada sinar kegelapan, ketika itu kau ditikam nafsumu sendiri. Begitu pula ketika kau melihat mentari lari dari kegelapan, dan seketika itu pula tubuhmu jauh dari bising keramaian. /3/ Mereka kau sangkarkan pada wajah kepolosan. Sedang kau tidur seakan sunyi pendengaran. Keramaian tak kau acuhkan. Dengan segelintir sunyi di pikiran. /4/ Mata kami kau tidurkan. Telinga kami kau sumpal atas nama Tuhan. Bukannya kerelaan hati untuk merundingkan titik temu. Tapi seakan kau lupa dengan jiwamu yang tak pernah bersatu. /5/ Jiwamu rusak terhempas nafsumu sendiri. Akalmu cacat tersayat atas jalanmu sendiri. Kami rindu bebas meluncur di awan. Dengan ang...

Persimpangan Malam

/1/ Saat malam menyapa kerinduan. Ada yang rindu entah siapa. Seakan sulit saat ku eja. Tanpa jarak antara kekasih. /2/ Seakan-akan rindu di persimpangan. Cinta tak kunjung usai pada perempatan. Bingung berbelok pada siapa. Dia baik, saya juga baik. Sorotan mata terlihat bergetar dari hatinya. /3/ Aku berusaha. Dia juga berusaha. Kita bersama. Mengenalnya. Tapi nya tak berkotak. Sudut pun tak tergambar. /4/ Ketika cintamu sayu diatas rindu. Ketika rindu terbawa oleh ragu. Apa daya saya rindu. Jika rindu hanya terbatas jarak. /5/ Walau jarak tak merdeka. Diatur dan disubstansi. Tanpa hakikat dan esensi. Dapat terwujud dalam eksistensi. Dan Hanya rindu dalam kenyataan aktualisasi. /6/ Sistem malam berputar. Dengan roda terdepan. Tapi dia dibelakang. Dalam gelisah kebingungan. Saat itu, bayangan tak. kunjung ada. /7/ Walau malam tak seramai siang. Walau siang tak sesunyi malam. Namun itu hanya ada di sorotan orang bergundah. /8/ ...

Titip Surat

Tulisan surat luka membawa saya Dalam kerinduan tak bersudah Dia pena si penuntun Goresan lama tergambar sudah Ketika dia bersama sama menuntun irama dalam kesendirian Tatkala takut pada sinar kegelapan Lalu datanglah cahaya penghantar kema'rifatan Ada jalan di persimpangan Ku lihat dia berduka, menangis, tapi bercanda atas debu, angin kemudian sinar mata hampir berduka Aku rindu berada di rangkulanmu Tapi aku takut merindu kepadamu Saat jarak berupaya senang atas kekosongan dalam jiwa Saat dunia bergejolak menghampiri tidur dipanjang hari Saat kau tergeletak dalam sunyi dan kegelapan Saat itu Aku hanya bisa mengirim surat penghantar bila sunyi bersamamu Ku harap sunyi memang ada Karena sunyi mengalir atas hati dari segala hati Untuk dia yang dirundung lara 6 - 03 - 2017 Surabaya.

Yang MULIA

Tempat macam apa menyulut kami. Sistem macam apa yang mengiris kerinduan kami. Watak tersimpuh pada kotornya keadilan. Awan seakan akan takluk oleh setajam ilalang yang hilang. Hati utuh bergerak namun tertada. Kita memang bisa bicara namun apa? Hanya telunjuk bersaksi adanya. Mulut tersentak tapi tak seotak Janji bisa saja serupa Tapi bukti tak beda nyata Orang-orang melelehkan senja di karangan Kaum suci menajiskan diri di selokan Sedangkan Kaum najis mensucikan diri di belakang pekarangan itu macam rupa tapi tak tertanda Anak cerdas lari di pekarangan orang Demi menuntut saat pengakuan Yang mulia disini bisa apa? Cuma ya ya ya tak berubah Yang mulia sulit dipercaya Hamba mulia pun tak mempercayainya. Mau tidak mau itu yang mulia penjaga daerah wilayahku Wilayah ciptaan tuhan atas kuasanya Ku berdiri setapak dengan tegak di tanah kekuasaanku Terbentak jarak seirama tanpa senoda Kalau hatimu berlandas cinta Maka keikhlasan menggiring sukmamu Kala...

Dari Aku dan Pagi

Belajar pada hari hidup di kesunyian Nikmat merada Aku duduk di sandaran tuhan Bercumbu mesranya sungguh kemesraan tiada tara Kepagian saat ini Berdendang aku beradu Semangat menggebuu nan meracu berbeda kala itu Aku berjanji menggandeng tapi tak jauh ku lihat keatas Simbol merpati tak padu Ku diskripsikan siapa ku tak upaya Tak mengerti tak jauh Bingung ku dengannya Tapi selipan rindu akan ku usaha Namun bekas lipatan ada Dengan dia atas tuhan bertanya siapa dia, aku siapa Hamba tuhan bercinta 11/02/2017, Lamongan

Semu Ragu

Hati semu Suara haru bertabu Hening menyapaku Seakan dirimu bata Bisu untaian tak paru Betapa hening ku dimadu Jejak langkahku tak serapah Sunyi kedua jemari Menampar angin di sudut batu Hampa sembari rindu Tak kunjung sama Belajar akan merindu Tak mengapa aku dimadu Karena hidup aku dibelakang mu Nampak sekilas sabar Tak kunjung rapuh harapannya Esok lusa berbeda Esok ini Lusa, besok nanti Ahmad Baharuddin Surya Lamongan, 17/02/2017

Kala Itu

Semenjak luka bertamabah luka Semenjak cinta tertiup sebelah Kala tak terucap Namun hanya senyap Sendiri makin ada Juga tatkala tak serupa Semenjak hening sulit bertabuh Semenjak mulut tatkala takut Berbisik rindu di kala semu Tapi aku sekejap mangingat Betapa hebat rindu yang tak tentu Seduhan air  terhangat Penghantar kemalangan angan terucap Hanya sepuan debu di padang angin Tergambar semu saat mengambang Cinta harus bertahan selayaknya Tak peduli kembali berupa apa Ahmad Baharuddin Surya Lamongan Kumpulan Puisi Sajak Elok Rupanya Suryaalbahar.blogspot.co.id

Malam Memaknai

Rembulan lahir di kesenjangan sunyi Jalanan menerpa kikisan cerita Gelap ada tanpa rupa yang cair hanya bunyi Menemani lintang kemukus malam lusa Belajar pada sunyi belajar seirama gelap Seakan hari tanpa titik pandang Seelok daun bergetar pada garis jalan angin kemanakah hari tanpa seutas rongga yang berpagutan Hidup adalah kesedihan dalam malam tanpa jeritan Peradaban alam takluk oleh setajam hening Tiada terang tanpa kegelapan tiada pahala tanpa dosa Jiwa-jiwa malang yang tertutup hatinya oleh kegelapan mengaku salah tapi mewarnai dunia kebobrokan aturan tipu daya akal sehat mirip cerobong pantatnya Malam sunyi berdendang waktu bertemu puisi yang ku sembunyikan dari kata-kata Kukaitkan dalam irona seluk bergandeng Tanpa dasar goresan akal langsung mengeja mulutnya tentang gambaran bangsa tanpa kehampaan Meski sunyi, hati akal terpancar dalam rona-rona kerukunan berbudi pekerti Sajak bernegara terbaris beberapa karya andai Lamongan 03/01/...