Langsung ke konten utama

Postingan

Kritik Iklan Pejabat adalah Ritus yang Sia-Sia

               Sumber gambar: suara.com - Kondisi psikis seseorang di kala Pandemi sungguh sulit ditebak. Kadar emosionalnya tidak bisa diterka-terka. Kadang naik, kadang turun. Bergantung konteks yang mereka hadapi. Maklum saja, konteks masalahnya sangat beragam. Dari pusingnya soal ekonomi, ribetnya urusan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berjilid-jilid, sampai di titik keegoisan para pejabat yang berlomba-lomba memasang baliho di tengah derasnya problem kesejahteraan masyarakat kecil. Dari pusingnya soal ekonomi, ribetnya urusan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berjilid-jilid, sampai di titik keegoisan para pejabat yang berlomba-lomba memasang baliho di tengah derasnya problem kesejahteraan masyarakat kecil. Dari sekian banyak kebingungan itu, salah satu yang perlu diulas adalah lucunya sikap para pejabat elite politik kita. Mereka tidak sadar dengan masalah di arus bawah yang kian hari semakin be...

Afghanistan: Warna dan Lembaran Hidup yang Hilang

Meski temaram masih dapat terlihat lembar-lembar sejarah yang penuh warna - Pada minggu 15 agustus 2021, jurang hitam di bawah kediktatoran berlabel agama yang kembali berkuasa di Afghanistan setelah 20 tahun yang lalu berhasil ditaklukkan. Pasukan militan Taliban berhasil menjatuhkan ibu kota Kabul dan membuat presiden dan para pejabat negara kocar-kacir kebingungan berusaha meninggalkan Afghanistan. Alih-alih mempertahankan keutuhan negara, presiden Afghanistan Ashraf Ghani justru meninggalkan Afghanistan lebih dulu dan menyerahkan kekuasaannya kepada pasukan Taliban dengan dalih tidak ingin terjadi pertumpahan darah.  Kalut dan mencekam adalah wajah Afghanistan setelah Taliban berkuasa. Bayang-bayang lubang hitam dan ektrimis yang dapat tumbuh subur dengan gaya kepemimpinannya yang kaku, dan penuh kekerasan seperti yang diterapkannya pada tahun 90-an. Pribumi menjadi tawanan, penerapan hukum islam dalam tingkatan yang paling keras, eksekusi publik, hukum rajam, dan hukum cambuk...

Cak Imam dan Evolusi Sampah

(Pernah dimuat di gresikpos.com dengan edisi revisi) - Semakin banyak sampah di suatu daerah, otomatis banyak juga masyarakat yang peduli terhadap sampah itu. Kerja mereka sebagai penyeimbang di kala banyak sampah yang tidak terurus.  Sama halnya di Kabupaten Gresik. Masalah sampah terus jadi bahan olok-olok di luaran sana. Bila dikaji, akan timbul banyak materi konflik yang tak pernah usai dibahas. Bahkan di masa Pemilihan kepala Daerah (PILKADA) beberapa waktu lalu, sampah dimanfaatkan sebagai objek janji kampanye politik kedua paslon. Kegentingan pengelolaan sampah terjadi dalam kurun waktu yang sangat panjang dan itu tetap berlangsung. Amburadulnya penanganan sampah menjadi momok menakutkan bagi masyarakat setempat karena sudah barang tentu hubungan manusia dengan sampah adalah dua unsur komponen hidup yang terus bersanding, meskipun berseberangan.   Bisa kita lihat bersama bagaimana pemerintah setempat tidak serius menangani sampah di daerahnya. Dari total 356...

Belajar Realitas Hidup di Sekolahan

Semenjak jadi guru baru itu, mau tidak mau Basuki harus belajar kembali materi-materi yang dibuat bahan ajar ke para siswanya. Dari satu teks ke teks lainnya. Per teks diteliti lebih dalam lagi bagaimana maksud dan apa poin-poin yang perlu disampaikan. Ia juga tak lupa mencari-cari referensi model pembelajaran terkini. Maklum saja, satu tahun pasca lulus, ia sama sekali belum pernah berkerja jadi seorang guru. Pernah sekali, itu pun hanya magang di Probolinggo. Meskipun magang, Basuki merasa magangnya tidak seperti pada umumnya.  Kebetulan waktu itu kelompok Basuki berjumlah lima orang. Cocok sama jumlah guru bahasa Indonesia di sana. Sehingga per anak mendapat jatah jam fullnya per guru.  Biasanya anak magang hanya diberi sebagian waktu saja, tetapi untuk hal ini berbeda. Semua waktu pelajaran dialihkan ke anak magang. Meski magang, Basuki dan beberapa temannya tidak seperti magang, tapi sudah sama seperti guru.  Ia hanya diberi waktu kosong saat pembukaan PP...

Jalan Ninja Baru bagi Basuki

Saat pertama kali Basuki jadi guru Bahasa Indonesia, ia masih heran dengan dirinya sendiri, karena tiap kali menatap cermin, batinnya selalu bilang : "Apakah saya pantas menjadi guru?". Pertanyaan itu berulang kali ditanyakan pada dirinya sendiri. Mirip pertanyaan retoris yang tidak perlu dijawab, lantaran pertanyaannya itu mengandung makna penegasan.  Seolah-olah penegasan tersebut ditujukan untuk menegaskan dirinya sendiri kalau ia harus benar-benar yakin dengan profesi keguruannya. Ketakutan semacam itu sering juga dialami banyak orang. Bukan hanya Basuki. Apalagi semenjak ia mengambil jeda selama setahun untuk bekerja di bidang lain, kemudian kembali lagi ke dunia asalnya menjadi seorang guru. Pasti rasa deg-degan itu muncul begitu saja. Sama halnya ketika ia menjalani praktik mengajar di Probolinggo waktu itu. Sepintas ia merasa wajahnya masih muda dibanding para siswanya. Sehingga ia memutuskan membuat pilihan untuk membiarkan kumisnya tumbuh. Keputusan itu ...

Terorisme dan Wujud Cinta Tuhan Pada Setiap Manusia

Dimuat di Gresik Pos pada (05/04/21). Sempat beberapa hari lalu, di sela-sela kewajiban menulis, saya sempatkan membuka laman You Tube sambil mencari beberapa referensi guna menunjang kebutuhan tulisan saya. Di saat yang bersamaan, tidak ada angin apapun tiba-tiba saya ingin melihat kembali video tentang Gus Dur. Kebetulan saya suka melihat ulasan kembali dari orang-orang terdekatnya, utamanya waktu itu anak-anak Gus Dur yang disiarkan di salah satu stasiun televisi swasta dengan mengaitkan beberapa fenomena yang terjadi belakangan ini. Entah bagaimana alurnya, saat video berpulangnya Gus Dur diputar, putra-putri Gus Dur meneteskan air mata, disusul perasan sedih saya muncul dengan sendirinya. Bukan sok cengeng atau bagaimana. Saya merepresentasikan Gus Dur sebagai bapak bangsa pembawa nilai luhur yang tiada tanding. Jasanya begitu sangat besar. Tidak hanya soal kenangan atau sebagainya, melainkan itu sebuah bekal untuk melihat Indonesia di masa mendatang. Minimal bagi...

Manusia Tidak Sadar, Selama ini Umurnya Dirawat oleh Alam

Dimuat di Gresik Pos Kamis (25/03/21) Kata alam jangan diasumsikan terlalu jauh, takutnya nanti kalian tidak bisa kembali. Kita sama-sama berpikir sederhana saja, alam adalah lingkungan yang kita huni. Apa yang kita lihat, rasakan, dan alami saat ini, itu adalah pantulan dari alam. tidak usah berpikir berat soal alam kesemestaan, cukup pembatas itu saja, nanti akan kita ulas bersama. Jujur saja saya agak bingung ketika diminta mendefinisikan soal sampah, bukan hanya saya, tidak menutup kemungkinan kalian juga sama. Memang hal lumrah bagi manusia, karena setiap hari benda-benda itu yang menghasilkan adalah diri kita sendiri. Bisa dihitung sederhana, sehari kita buang air besar, kecil, kencing, mandi berapa kali. Pernah tidak kita menghitungnya. Belum sampah-sampah lain. Itu hanya satu orang, bayangkan di semesta ini dihuni berapa banyak makhluk hidup, khususnya manusia. Pernah tidak terbesit di pikiran kalian bahwa kita di bumi ini hanya merusak. Sesuai dengan ayat ...