(Pernah dimuat di gresikpos.com dengan edisi revisi) |
-
Semakin banyak sampah di suatu daerah, otomatis banyak juga masyarakat yang peduli terhadap sampah itu. Kerja mereka sebagai penyeimbang di kala banyak sampah yang tidak terurus. Sama halnya di Kabupaten Gresik. Masalah sampah terus jadi bahan olok-olok di luaran sana.
Bila dikaji, akan timbul banyak materi konflik yang tak pernah usai dibahas. Bahkan di masa Pemilihan kepala Daerah (PILKADA) beberapa waktu lalu, sampah dimanfaatkan sebagai objek janji kampanye politik kedua paslon.
Kegentingan pengelolaan sampah terjadi dalam kurun waktu yang sangat panjang dan itu tetap berlangsung. Amburadulnya penanganan sampah menjadi momok menakutkan bagi masyarakat setempat karena sudah barang tentu hubungan manusia dengan sampah adalah dua unsur komponen hidup yang terus bersanding, meskipun berseberangan.
Bisa kita lihat bersama bagaimana pemerintah setempat tidak serius menangani sampah di daerahnya. Dari total 356 desa di Gresik, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Gresik tahun 2020 hanya ada 124 Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Fasilitas pengangkut sampah pun tidak memadai, padahal sampah di Gresik per harinya bisa mencapai antara 100 sampai 200 meter kubik.
Sejak tahun 2016, bisa juga malah sebelumnya, sampah di Gresik sudah menjadi masalah genting. Perlu penanganan khusus dan peran aktif Pemerintah Daerah guna mendorong dinas-dinas terkait agar mereka bisa bekerja dengan baik. Jangan hanya duduk manis di kantor saja atau bisa jadi memang mereka tidak ahli di bidangnya.
Dari rumitnya masalah tersebut, menjadikan warganya sendiri yang mau tidak mau harus bertindak. Banyak aksi-aksi peduli sampah yang dilakukan warga Gresik, baik berbentuk perkumpulan atau individu. Mereka bergerak atas dasar peduli terhadap rumitnya permasalahan lingkungan yang diakibatkan sampah.
Ada Ecoton, trash control community (TCC), dan aksi-aksi individu lainnya. Mereka bekerja untuk Gresik agar kebersihannya bisa tertata lebih baik lagi. Di Gresik tidak kekurangan figur masyarakat peduli sampah. Kalau kita mengingat kembali di awal tahun lalu, bagaimana aksi heroik anak kecil dari Gresik bernama Azzahra.
Ia mengirim surat terbuka ke Perdana Menteri Australia Scott Morrison. Azzahra berharap PM Australia segera menghentikan ekspor limbah kertas dan plastik ke Jawa Timur. Pasalnya sampah-sampah plastik yang ia temui kebanyakan berlabel dari beberapa Negara maju. Termasuk Kanada, Australia, AS, Inggris, dan sebagainya.
Hal tersebut dilakukan karena ia geram melihat sampah di Jawa Timur, khususnya di Gresik. Sejak Beijing melakukan pelarangan impor limbah pada bulan Juli 2017, akhirnya salah satu Negara di Asia, terutama Indonesia menjadi sasaran kiriman jutaan sampah dari negara-negara maju.
Tidak sulit melibatkan mereka dalam penanganan sampah. Beberapa kali dari mereka, contohnya komunitas TCC pernah mencoba melakukan sosialisasi dengan Bupati atas temuannya. Namun sama sekali tidak menemukan titik temu. Andaikan sampah tidak disepelekan, sampah bisa dikondisikan dengan baik dan tidak meresahkan warga di kemudian hari.
-
Sampah Jadi Kopi
Selain mereka di atas, muncul juga kopi Sampah di
Kelurahan Sidokumpul. Konsepnya sangat menarik dan cocok sekali diterapkan di
Gresik. Imam Wahyu merupakan promotor penggerak peduli sampah di sana.
Kepeduliannya sangat kuat terhadap lingkungan hidup. Kopi Sampah ini hanya
sebagian kecil cabang pemanfaatan sampah di tempatnya. Ide awal yang ia
cetuskan karena ia ingin melihat para pemuda bisa melek sampah, sekaligus
peduli dengan sampah.
Sampah menurut Imam, selaku ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sidokumpul memang barang yang selalu ada dan tidak bisa hilang di lingkungan manusia. Sampah akan bisa menjadi berkah jika dikelola dengan baik dan efektif.
“Di pikiran saya jika mendengar kata sampah adalah suatu barang yang selalu ada dan terus bertambah. Akan tetapi sampah jika tidak dikelola dengan baik, maka sampah bisa menjadi sumber musibah di keesokan hari,” tutur Imam, Senin (30/11/20).
Sama dengan apa yang pernah ditemukan komunitas TCC. Mereka menemukan 54 titik sampah di bantaran Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Dari tumpukan sampah tersebut mereka meneliti biota sungai, seperti ikan, air, dan udang.
Untuk penelitiannya, mereka bekerja sama dengan Ecoton. Dari penelitian tersebut ternyata dalam biota laut mengandung mikro plastik yang sangat berbahaya jika dikonsumsi masyarakat.
Kopi Sampah adalah salah satu solusi penanganan sampah yang kurang efektif di Gresik. Konsep penggabungan antara kopi dan sampah ini dirintis Imam sejak tahun 2017. Semula mengalami kesulitan tempat karena ia butuh tempat yang bisa digabungkan antara warung kopi dan sampah di satu tempat. Maksud dari satu tempat ini menurut Imam yaitu menggabungkan budaya orang Gresik dengan kepedulian pada sampah.
Budaya ngopi di Gresik sudah mendarah daging. Di setiap sudut, pasti terdapat warung kopi dengan berbagai macam tipe. Makanya, ia ingin menggabungkan dua unsur itu. Sehingga tercipta kopi sampah, yang mana satu gelas kopi bisa dibayar dengan satu kilo gram sampah kering.
“Saya dulu merintisnya sejak tahun antara 2017 dan 2018. Awalnya kesulitan mencari tempat, karena sampah dan kopi harus ada di satu tempat. Selain itu, saya coba menggabungkan budaya Gresik yang suka ngopi dengan kepedulian pemuda pada sampah. Dari situ tercipta konsep kalau ngopi segelas bisa dibayar dengan sampah satu kilo gram,” kata Imam.
Tampilan warung Kopi Sampah juga millenal sekali. Suasana sejuk di bawah pepohonan yang tumbuh di sana. Di sekitar warung juga ada tempat potong rambut, pedagang pentol, dan tempat kecil untuk bermain musik akustik. Mereka semua merupakan pemuda-pemuda dari karang taruna Jagal Bangkit. Itung-itung juga sebagai tempat pemberdayaan para pemuda di sana.
Tambahan pula dari Imam, mengenai pembangunan desa dan segala inovasinya, semua bersumber dari kerja bersama para pemuda karang taruna Jagal Bangkit. Imam juga tidak mempermasalahkan apabila konsep idenya ditiru di tempat-tempat lain. Bahkan kata Imam sudah ada beberapa orang yang datang ke Kopi Sampah. Mereka izin menggunakan konsep serupa.
“Saya tidak masalah jika ada yang menerapkan konsep yang sama seperti Kopi Sampah. Kemarin ada beberapa orang yang sudah minta izin ke saya dan saya juga meresponsnya sangat positif karena itu juga sebagian bentuk usaha mereka terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya,” pungkas Imam.
Sampah Jadi Kampung Kreasi
Sejalan dengan yang diungkapkan Fitra, selaku marketing Kampung Kreasi. Ia mengatakan jika Kampung Kreasi ini merupakan bentuk kreasi kedua setelah Kopi Sampah. Bermula dari keresahan ibu-ibu tentang bagaimana pengolahan sampah, terutama sampah keluarga.
Komentar
Posting Komentar