Kata orang, tukang potong rambut itu pekerjaan enak. Kerjanya hanya berdiri sebentar terus memotong rambut menggunakan tangan.
Itu pun
bisa dikerjakan sebentar, tidak membutuhkan waktu berjam-jam. Alatnya juga sederhana, hanya berbekal kaca, gunting, dan silet. Cukup dengan itu para tukang potong sudah
bisa bekerja.
Bagi orang lain yang hanya sekadar melihat, anggapannya pasti
mudah, tetapi bagi yang menjalankan, tentu tidak sesederhana itu. Meski
terbilang sederhana dan cukup simpel, namun tukang potong itu pekerjaan
profesional, tidak semua orang bisa melakukannya.
Butuh keterampilan tinggi. Jika tidak ada keterampilan, bisa-bisa rambut yang mulanya pingin rapi, malah bisa jadi berantakan. Orang datang pingin ganteng, malah jadi jelek.
Soal
rambut ini berbeda. Rambut kalau sudah dipotong, tidak bisa ditumbuhkan dengan
cepat. Butuh waktu berhari-hari. Berbeda dengan celana. Jika dipotong terlalu
pendek, mungkin masih bisa disambung dengan jahitan, tapi tetap, hasilnya tidak
akan rapi.
Rambut adalah mahkota, makanya, untuk merawat mahkota tersebut, seseorang pasti akan memilih di mana ia akan merawatnya. Salah pilih orang, bisa membuat mahkota rusak. Sehingga, tukang potong harus punya keterampilan.
Bahkan untuk mengasah keterampilan itu, ada beberapa tukang potong profesional yang membuka sekolah potong rambut sendiri. Itu berguna untuk menjamin agar mahkota setiap orang yang mau potong rambut bisa sesuai harapan.
Nakal yang Bijak
Saya punya teman namanya Raka. Ia berpawakan sedang, tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu pendek. Ia teman sekolah saya.
Selama sekolah dulu, ia dikenal sebagai siswa yang suka tidur. Jam pertama belum dimulai, ia sudah meletakkan kepalanya di meja, lalu tertidur pulas.
Namun ada sisi lain di
samping ia hobi tidur. Ia punya ayah tukang cukur rambut. Di rumah, ayahnya
membuka jasa potong rambut. Usahanya ramai, karena ayahnya terkenal dengan
potongannya yang bagus. Tidak ada yang kecewa saat potong rambut di sana.
“Ia mas, saya berlangganan
di sini sudah sangat lama, bahkan sejak saya kecil. Pak Ardi (nama ayah Raka)
sudah saya anggap sebagai tukang potong pribadi saya,” kata Bambang, salah satu
pelanggan di sana.
Pak Ardi juga tidak hanya menerima pelanggan dewasa, tetapi semua kalangan. Dari bayi sampai dewasa boleh potong di sana.
Kadang pada waktu-waktu tertentu, tempat potongnya selalu
ramai, bahkan sampai mengantre panjang. Biasanya ketika hari-hari besar,
seperti hari raya idul fitri. Dari pagi sampai malam selalu ramai.
“Kalau momen-momen kayak
gitu, pasti saya kewalahan. Di situ saya minta bantuan Raka, anak saya,”
terangnya.
Mungkin karena itu, akibat kelelahan, Raka suka tidur di kelas. Tetapi karena ia sering membantu ayahnya, ia tidak butuh waktu lama buat belajar. Diajari sebentar, ia sudah bisa memotong rambut.
Itu didapat karena setiap hari yang ia lihat hanya ayahnya
memotong. Ia perhatikan betul setiap gerakan tangan ayahnya. Bagaimana kalau
memotong tipe ini, tipe itu. Alhasil ia hanya menirukan saja.
Akibat dia sering tidur di kelas, ia sering kena marah gurunya, karena tidak pantas bila ada guru menerangkan di depan, kemudian di belakang ada anak yang tertidur pulas.
Dinilai menurut teori kepantasan seperti apapun, jelas tidur di kelas ketika
ada guru menerangkan itu sangat tidak pantas.
“Ibaratanya, dia masih muda. Sedangkan saya gurunya terbilang lebih tua darinya. Kalau tidak bisa menghargai guru, minimal ia bisa menganggap gurunya sebagai orang yang lebih tua,” jelas Umi, guru bahasa Raka.
Meski begitu, perlu diakui, di samping ia nakal di sekolah karena tidur, ia punya keterampilan khusus yang tidak banyak dimiliki anak seusianya. Sehingga, keterampilan itu nantinya yang akan membantu dia dalam menunjang kesuksesannya.
Semua Orang Berbakat, karena Punya Fadhilah
Yang fatal adalah, kalau kita sadar menjadi anak nakal, tapi kita tidak tahu apa yang menjadi bakat kita. Atau bisa juga, kadang biasanya kita tahu bakat kita, tapi kita tidak punya keseriusan untuk mengasah atau mengembangkannya.
Pertanyaannya adalah, apakah semua anak punya bakat? Saya rasa iya, karena Tuhan menciptakan hambanya sekaligus dengan Fadhilahnya. Makanya, sebagai manusia, kita tidak boleh minder pada manusia lain, sebab di antara kita punya keahlian.
Tapi tidak jarang, banyak juga orang bertanya-tanya, apa bakat saya? Sederhananya, bakat adalah sesuatu hal yang kita sukai. Cara pertama untuk mendeteksinya mungkin seperti itu.
Kemudian setelah kita suka, baru ada proses namanya mengasah dan mengembangkan. Tidak bisa sekali melakukan langsung jadi ahli. Perlu waktu dan jerih payah yang dikorbankan.
Untuk pertama, kita wajib syukur, kalau kita sudah tahu kesenangan kita apa. Setelah itu bisa dihubungkan dengan bakat. Lalu dikembangkan. Karena di luaran sana, masih banyak orang yang tak mengerti apa kesenangan yang bisa dijadikan hobi.
.png)
Komentar
Posting Komentar