Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.
Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.
Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah
Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah.
“Di rumah ada kok mainan. PS juga ada. Bahkan billiard juga ada di belakang rumah,” jelasnya.
Orang tua Bilal tahu, apa akibat jika anaknya terlalu dilarang bermain. Sudah suntuk hafalan Al-quran, lha kok ditambah tida boleh bermain, padahal bermain adalah sarana hiburan dan refreshing di kala pikiran anaknya sedang suntuk.
Menurut cerita Bilal, orang tuanya sadar akan hal itu karena mereka punya tetangga yang anaknya menjadi tidak karuan tingkahnya, akibat terlalu keras melarang. Mereka mengetahuinya ketika si anak tersebut sudah kuliah, jauh dari orang tua.
“Makanya, Ibu selalu memberi contoh anak itu. Istilahnya mewanti-wanti jangan sampai aku seperti itu,” ceritanya.
Seminggu hanya Boleh Bermain Selama 7 Jam
Meski permainan banyak di rumah, ia tidak setiap hari menggunakan mainan itu. Rasa bosen kadang muncul begitu saja. Orang tua Bilal juga sudah mewanti-wanti, ia boleh bermain hanya di hari Minggu saja. Sedangkan di hari-hari yang lain, ia habiskan untuk belajar dan menghafal Al-Quran.
“Itu pun cuma 7 jam dalam sehari,” terangnya.
Dia boleh menggunakan waktu 7 jam itu secara terpisah. Bisa 1 jam dulu, 2 jam dulu, atau bisa juga langsung 7 jam. Dijeda-jeda atau digunakan langsung asal sehari itu ia hanya bisa bermain selama 7 jam.
Dibanding teman-temannya, ia cukup cepat dalam menghafal. Al-quran 30 juz ia habiskan hanya dengan waktu 2 tahun. Sedangkan teman-teman lainnya cukup lama, ada yang 4 tahun, bahkan sampai 6 tahun.
Mungkin dari pola aturan yang diterapkan orang tuanya di rumah itu yang membuatnya bisa menghafal dengan cepat. Selain itu, menurut tuturannya, ia sempat diberi pesan oleh gurunya, jika ingin menghafal dengan agak cepat, bacalah 11 kali apa saja yang mau dihafalkan.
“Insyaallah akan cepat hafal dan mudah mengingat,” pesannya.
Rahasia Hafalan yang Sebenarnya
Ia mengatakan, ada rahasia tersendiri kenapa dia bisa cepat menghafal. Setelah diselidiki, ternyata ada kenunikan dari dirinya yang mungkin tidak dimiliki oleh anak pada umunya. Ia kelihatannya sangat humble, friendly, dan ceriwis, tetapi tidak banyak orang tahu, ia sebenarnya suka dengan kesendirian, kesepian, dan keheningan.
Dengan kesepian itu, ia lebih suka belajar atau menghafal di atas pohon. Jadi untuk belajar, ia suka memanjat pohon terlebih dahulu. Pohon yang ia pilih kalau tidak mangga ya jambu, sebab dua pohon itu ada di halaman rumahnya.
“Saya juga tidak tahu kenapa punya kebiasaan itu. Tiba-tiba ingin saja,” jelasnya.
Kebiasaan itu terjadi ketika masih kecil, kira-kira kelas 5 SD. Ia bercerita, kalau tidak dituruti orang tauanya, ia akan tantrum, nangis tidak kauran. Makanya, agar tidak menangis malam-malam, maka langsung dituruti orang tuanya.
“Pertama tidak langsung tinggi. Ya pendek-pendek dulu. Asal sudah manjat di pohon,” tambahnya.
Ia bisa berlama-lama di sana. Bisa dua sampai tiga jam. Ia mencari cabang ranting yang kuat agar bisa digunakan untuk bersandar. Sering juga ia sampai ketiduran di atas. Lalu paginya bagun, masuk rumah.
Kebiasaan itu biasa dilakukannya ketika selesai solat isya’ di masjid. Setelah sampai rumah, ia langsung siap-siap memilih buku apa saja yang ia bawa dan ia pelajari di pohon. Kadang hafalan, kadang juga hanya sekadar belajar sekolah untuk besoknya.
“Saya kalau di pohon itu rasanya kayak gampang masuk. Saya baca apa gitu gampang paham. Saya hafalin apa gitu langsung cepat hafal,” ceritanya.

Komentar
Posting Komentar