Langsung ke konten utama

Sepeda Kenangan

Lama sudah saya tak memakai sepeda ini. Kalau soal usia, kalian tidak perlu tanya. Mengapa begitu? Tradisi keluarga saya, sepeda itu dipakai secara bergantian dan turun temurun. Habis dipakai saudara, lanjut saya pakai, tentu setelah ada sepeda baru yg sudah dibeli.

Sepeda ini awal mulanya dipakai sama paman untuk mobilitas kerja, karena jarak kosan ke tempat kerjanya tidak terlalu jauh. Daripada pakai motor, mending naik sepeda ini. Itung-itung juga sekalian berolahraga. Selepas bosan tak terpakai dan nganggur lama, akhirnya sepeda ini diwariskan ke kakak saya. Setelah Kakak saya, lalu turun ke saya sampai sekarang.

Waktu saya kuliah, sepeda ini sempat tak terawat hampir 2-3 tahunan di rumah. Peleknya berkarat, bannya bocor, dan kerangkanya penuh kotoran. Kemudian setelah ada pandemi awal dulu. Sepeda ontel mulai diramaikan lagi. Saya memutuskan untuk memperbaikinya. Dari membersihkan kerangkanya sampai mengganti ban yang baru.

Tapi saat itu, penggunaan saya tidak terlalu jauh. Hanya sekadarnya saja. Kadang kalau pulang ke rumah, tiap pagi pasti saya pakai. Tidak jauh sampai berkilo-kilo meter, hanya bersepeda secukupnya. Asal badan bisa bergerak normal sambil mencari napas segar persawahan di pedesaan. Itu cukup.

Meskipun waktu itu banyak teman yang mengajak bersepeda sama-sama dengan jarak yang cukup jauh. Tapi dalam pikir saya, ngapain jauh-jauh kalau akhirnya pas pulang capek lagi, pegal-pegal lagi. Kan olahraga itu yang penting gerak saja sudah cukup. Asal rutin melakukannya.

Sejarah sepeda di keluarga saya cukup unik-unik. Dulu ada satu sepeda, saya masih ingat betul, warnanya biru. Bannya kecil-kecil. Itu lebih turun temurun lagi penggunaannya. Sudah banyak dipakai saudara. Dari yg zamannya roda empat. Belakangnya tiga, depannya satu. Kalau sudah bisa pakai roda dua, dua roda belakang dicopot.

Tapi sayang sepedanya sudah tidak ada. Bila ada, mungkin saya post juga di sini. Saya memakai sepeda itu cukup lama. Sekitar usia-usia sekolah dasar dan baru ganti sepeda baru saat menginjak kelas 4. Waktu itu jika diingat kadang sedih juga, sebab banyak cerita dan kejadian-kejadian yang membuat saya flashback ke masa kecil dulu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...