Sangat tidak mungkin, ketika pemimpin sedang merencanakan kebijakan, ia tidak menyentil sama sekali pihak-pihak luar yang notabenenya mereka ahli di bidangnya masing-masing. Dan itu bisa disesuaikan dengan bentuk kebijakan apa yang akan dikeluarkan.
Jika mengambil definisi dari Robert Eyestone, Kebijakan Publik merupakan satuan unit pemerintah yang memengaruhi lingkungannya. Sedangkan Ricard Rose menambahkan, di balik kebijakan selalu menimbulkan konsekuensi, dan itu yang bisa merasakan adalah mereka yang dikenai target kebijakan.
Ketidaktepatan sasaran membuat anggota masyarakat merasa sengsara dan kesusahan sendiri. Padahal, sebenarnya kalau kita ingin melihat lebih dalam lagi, tidak ada kebijakan yang merugikan. Semua keputusan tentang kebijakan sebisa mungkin bermanfaat untuk orang banyak, khususnya masyarakat.
Sebelumnya David Easton sudah menjelaskan bahwasanya di dalam kebijakan yang dibuat pemerintah ada seperangkat nilai yang tersusun dan terstruktur. Artinya, dalam sistematika model penyusunan kebijakan perlu ada beberapa pertimbangan, salah satunya adalah konteks nilai dan sosial yang berkembang di masyarakat.
Ketika nilai-nilai kebijakan tersebut bertentangan dengan hidup masyarakat, maka menurut Taufiqurokhman kebijakan akan mengalami kelemahan serta berkurangnya manfaat bagi masyarakat. Sebab, lingkup yang paling dipahami masyarakat adalah kebijakan selalu dilandasi dengan visi misi pembangunan, baik kualitas maupun pemberdayaan. Sehingga kita sering mengenal banyak kebijakan, di antaranya hukum, pendidikan, pertanian, kesehatan, dan sebagainya.
Pemerintah dalam merumuskan kebijakan tidak bisa secara langsung begitu saja. Antara visi dan misi dicari titik tengah, kemudian uji lapangan juga tidak kalah penting untuk menghimpun konteks nilai masyarakat. Setelah satu per satu selesai, selanjutnya adalah merumuskan program dan beberapa keputusan. Yang paling penting adalah rekomendasi-rekomendasi dari beberapa ahli tidak boleh dihindari.
Mereka yang berperan sebagai konsultan adalah para akademisi yang sudah terbiasa dalam menjalankan proses akademisnya, yaitu melakukan pengamatan terhadap pola kebijakan yang dikeluarkan di daerah setempat. Bahkan kalau pemerintah mau menengok sedikit ke ruang akademisi, di sana merupakan tempat para peneliti dari berbagai bidang. Tak jarang hasil penelitian mereka dibukukan jadi jurnal atau tugas akhir yang secara tidak langsung berisi banyak rekomendasi.
Penelitian mereka tidak bisa dianggap remeh. Ada dasar objek dan landasan teori penelitian yang digunakan untuk merumuskan berbagai sumber masalah. Dari masalah itu mereka menganalisis masalah beserta penyelesaiannya. Mengenai objek kebijakannya seperti apa, pada tahap penyelesaian itulah yang nanti akan menghasilkan banyak rekomendasi dari mereka.
Namun, dalam kenyataannya, selama ini mereka lebih dikesampingkan. Hasil-hasil penelitian lebih dianggurkan dan tidak terpakai. Hanya tersusun manis di rak perpustakaan kampus. Padahal itu juga berpengaruh pada kualitas akademisi itu sendiri. Akibatnya mereka kurang maksimal dalam pengerjaan tugas penelitiannya, karena pemerintah kurang mengapresiasi dan mengkaji ulang hasil rekomendasi mereka.
Pemerintah perlu menjaga hubungan dengan para akademisi. Salah satu dari mereka wajib dijadikan konsultan di masing-masing bidang kebijakan. Setidaknya mereka yang lingkupnya lokal daerah. Tujuannya agar konsultan kebijakan jangan sampai lepas dari konteks nilai yang berkembang dalam masyarakat. Mereka masih punya daya amat yang tinggi. Sehingga saat realisasinya, kebijakan mampu berselaras dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut William N. Dunn, untuk memutuskan kebijakan, ada beberapa tahap analisis yang perlu diperhatikan. Pertama adalah perumusan, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring, dan evaluasi. Pada tahap pertama, semua masalah, baik wacana atau kenyataan lapangan diletakkan pada tahap awal perumusan.
Sedangkan di tahap kedua, konsep analisisnya adalah mengenai jangka panjang atau konsekuensi yang akan terjadi apabila kebijakan itu diterapkan atau tidak. Di tahap ini, pemerintah bersama jajarannya harus teliti menimbang dampak baik dan buruk pada suatu kebijakan.
Tetapi peran akademisi yang paling menonjol sebenarnya terletak di tahap 3, yaitu rekomendasi. Pada tahap ini, segala bentuk masukan perlu ditampung oleh pemerintah guna menyesuaikan bagaimana rekomendasi yang cocok diterapkan agar mampu bermanfaat untuk masyarakat.
Jangan sampai akademisi melepas tangan tidak mau tahu soal kebaikan daerahnya. Keberadaan mereka sebenarnya sangat membantu peran pemerintah dalam merumuskan segala soal kebijakan. Mereka jangan hanya dibutuhkan saat acara cerimonial saja. Mereka pun berharap, sumbangsih pemikirannya bisa membantu menata daerahnya agar bisa lebih baik.
-
Komentar
Posting Komentar