Langsung ke konten utama

Bagaimana Upaya Pemdes Menjadikan Miru Sebagai Sentra Petani Tanaman Hias di Gresik






Sejak krisis moneter tahun 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi besar-besaran. Saat itu dampaknya juga berimbas ke penduduk Indonesia, terutama para pedagang kecil di sudut-sudut kota. 

Nurul Huda contohnya, penjual bunga keliling di Surabaya yang memutuskan untuk pulang kampung ke Dusunnya Miru Banyurip Kedamean Gresik. Setelah pulang ia di kampung tetap konsisten berjualan bunga, tetapi sudah tidak keliling seperti di Surabaya.

Cerita tersebut mengawali bagaimana sejarah Miru sekarang bisa menjadi sentra tanaman hias di Gresik. Awalnya hanya satu atau dua orang saja yang memulai usaha menjual bunga. Kemudian banyak warga yang pulang kampung, akhirnya mereka membuka usaha jual bunga di lahan seadanya yang mereka punya.

Sepanjang perjalanan itu, lambat laun sampai tahun 2010, pihak dusun yang dipelopori Kepala Dusun Miru Muhammad Ismail berinisiatif membuka lahan di tanah Kas Desa (TKD) untuk dipakai warga berjualan.

“Ya waktu itu saya berinisiatif membuka lahan di tanah TKD yang dibagi beberapa bagian untuk para petani tanaman hias di sini,” jelasnya, (05/02/21).

Rencana tersebut tampaknya juga disetujui oleh Kepala Desa Banyuurip Khoirul Muis. Ia membenarkan bahwasanya pada tahun tersebut Kasun Ismail menyewakan tempat untuk para petani tanaman hias agar mereka bisa lebih berkembang.

Saat membuka lahan tersebut, kata Ismail tidaklah muda. Ia sering diremehkan para warga kampung, lantaran waktu itu akses ke Miru sangat susah. Jalannya masih tanah, kalau hujan tanah itu jadi becek karena air sering menggenang, bahkan sampai tidak bisa dilewati orang.

“Awalnya dulu tidak mudah, saya sering diremehkan banyak orang,” tuturnya.

Namun usaha Ismail tidak sia-sia. Setelah akses jalan pelan-pelan diperbaiki, akhirnya warga setempat banyak yang menyewa lahan itu. Ada dua ukuran yaitu 7x10m dan 15x25m. Di masa itu per warga boleh menyewa lahan lebih dari satu.

“Tetapi semakin ke sini, melihat kebutuhan warga semakin banyak. Akhirnya disepakati per warga hanya boleh satu petak lahan,” tambahnya.

Cerita itu juga sempat diutarakan oleh Nurul Huda, selaku ketua keluarga petani dan pedagang bunga Miru. Pada awal dulu, selepas pulang dari Surabaya, ia pernah menyewa sampai empat lahan. Tapi saat ini tiga lahan itu ia lepaskan dan sekarang tertinggal satu lahan yang ia tempati berjualan.

Upaya Pemerintah Desa tidak hanya menyediakan lahan. Pihak Pemdes terus berusaha semaksimal mungkin agar para petani di sana bisa maju dan terus diberdayakan. Selain dari segi fasilitas, Pemdes juga mendorong masyarakat agar mereka bisa melakukan pembibitan sendiri.

“Jadi tidak bergantung pada produsen bunganya. Sehingga kita bisa berdaya sendiri,” jelas Kepala Desa.

Untuk pengambilan bunga, banyak warga Miru mengambil bunga dari Kota Batu. Di sana memang sentra penghasil tanaman hias yang sudah terkenal. Namun kemauan Pemdes dan disepakati oleh para petani agar sebisa mungkin belajar cara pembibitan tanaman hias. Tujuannya untuk meminimalisir pengeluaran mereka.

-

Peran Pemerintah Desa

Cara yang dilakukan untuk mendorong para petani di sana adalah Pemdes menghadirkan penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian ke Desa. Kemudian pernah juga ada pelatihan dari Petrokimia Gresik, sekaligus juga Petro memberi bibit bunga melati ke para petani.

“Kami terus berupaya agar petani di sini itu terus diberdayakan kualitasnya. Kami pernah mendatangkan penyuluh pertanian dan pernah juga dari Petrokimia yang memberi pelatihan,” terang Kasun Miru.

Menurut Huda, di Miru sendiri ada dua blok petani, yakni blok timur dan barat. Tetapi kalau diakumulasikan, kata Huda bisa mencapai sekitar 200 petani bunga. Keberhasilan itu tak ubahnya berkat peran Pemerintah Desa karena selalu mendorong masyarakatnya.

Di sana tersedia banyak tanaman hias. Salah satu petani bernama Ismail mengatakan, harganya sangat beragam. Dari yang puluhan ribu sampai puluhan juta. Yang ratusan juga ada. Untuk puluhan itu harga dari Bonsai yang memang terkenal mahal apabila sudah dimodifikasi sama petaninya.

Pasokan bunga yang dimiliki Ismail ada dua tipe, besar dan kecil. Bunga yang besar ia ambil dari Batu. Sedangkan yang kecil ia membibit sendiri, sama seperti para petani yang lain.

“Tanaman paling laku yaitu tanaman hias untuk peneduh atau aksesoris rumah,” ungkap Ismail.

Pembeli yang pernah beli tanaman di Miru paling jauh kata Ismail dari kota-kota besar, seperti Jakarta, Papua, dan Jogja. Biasanya mereka membawa truk karena membeli dalam jumlah besar. Adapun misalkan ada orang yang mau beli, kemudian tidak ada, maka petani tersebut melemparkan ke petani lain yang ada.

“Itu salah satu fungsi dari adanya paguyuban keluarga petani dan pedagang tanaman hias,” jelasnya.

Wacana besar dari Miru ini nantinya akan dijadikan Desa Wisata berbasis edukasi dan tanaman hias. Rencana ini sebenarnya sudah direncanakan beberapa tahun sebelumnya. Karena dirasa sudah memadai, maka rencana tersebut berani mereka cetuskan sebab saat ini pihak desa sudah melakukan beberapa persiapan.

Persiapan itu di antaranya adalah akan dibangun fasilitas penunjang, yakni tempat kuliner yang gunanya untuk menunjang UMKM di sana. Lalu mainan anak-anak. Selain itu konsep besarnya, Dusun Miru Desa Banyuurip akan jadi Wisata edukasi mengenal alam bagi pelajar pada umumnya.

“Dari rencana itu kendalanya sekarang adalah tempat yang kurang bisa memadai,” jelas Kades Banyuurip.

Maka dari itu, Kades Banyuurip dan Kasun Miru berharap ada uluran bantuan dari beberapa pihak luar, baik swasta maupun pemerintah. Kalau kalian mengingat di tahun 2006 dulu, Dusun Miru sudah diputuskan oleh Pemerintah Kabupaten waktu itu sebagai Desa Wisata Adenium atau Kamboja. Bahkan di depan desa dibangun gapura yang menandakan bahwa Miru adalah Desa Adenium.

-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...