Lebon #5
Berbicara
soal idiom politik, saat ini maknanya sudah kecenderungan statis. Siapa pun boleh
mengungkapkan sudut pandangnya. Baik pejabat, kuli bangunan, pedagang
pentol, sampai tukang becak, semua boleh berpendapat menurut kapasitas
intelektual mereka masing-masing.
Ada
beberapa pengertian yang harus dipahami betul-betul. Politik akan selalu jadi
perbincangan di saat momen eskalasi pemilihan sosok pimpinan di setiap komunal manusia yang membutuhkan pemimpin. Momen
tersebut menjadi sangat penting karena politik akan mengalami perkembangan
makna sesuai keadaan zaman yang sedang terjadi.
Namun
ada substansi yang perlu dipegang betul-betul. Politik hanya sebuah jalan.
Bukan soal menang atau kalah, tetapi politik adalah sarana manusia menuju
pada kepentingannya. Kepentingan itu tidak lain dan tidak bukan adalah
bermanfaat bagi sesama.
Tapi
apakah politik selalu diidentikkan dengan kemenangan? Tentu tidak. Kalau kita
bisa berpikir lebih logis, mendalam, dan panjang, politik tidak melulu soal
kekuasaan, kekayaan, atau jabatan. Itu hanya segelintir makna politik yang
sudah terkonsumsi banyak orang.
Saya
ambil satu contoh dari tukang becak. Semakin ke sini tukang becak jarang kita temui,
karena semua transportasi beralih ke online. Mungkin hanya satu dua tiga saja
yang masih kita jumpai di pasar-pasar. Jangan disangka hanya pejabat saja yang lihai berpolitik. Mereka juga melakukan negosiasi politik dalam melaksanakan tugas membecaknya.
Sambil menunggu penumpang, kadang mereka bersantai di becaknya. Ada yang hanya duduk saja atau leha-leha sambil tiduran. Bahkan di sela-sela waktunya, mereka sering menyempatkan waktu membaca koran untuk sekadar mengamati situasi negaranya.
Di
saat penumpang datang, di situ tukang becak melakukan taktik politiknya. Antara
penumpang dan tukang becak jelas memiliki tujuan sendiri-sendiri. Si penumpang
ingin agar segera diantar ke tempat tujuan. Sedangkan si tukang becak ingin
mengantar penumpang itu agar ia cepat mendapat upah.
Posisinya
sedang di pasar. Berketepatan si penumpang akan mengadakan hajat besar-besaran di rumahnya. Otomatis belanja yang ia bawa sangat banyak. Tujuan
si penumpang memilih becak karena dengan becak, barang belanjaan bisa naik sekalian dengannya.
Namun
di dalam pikiran tukang becak, ia membawa dua penumpang, lantaran ada barang
belanjaan tersebut. Semula tarif normalnya sepuluh ribu, tetapi tarif itu
dinaikkan jadi dua puluh ribu.
Antara
penumpang dan tukang becak akhirnya melakukan negosiasi, istilah formal
kenegaraannya adalah diplomasi. Mereka terus melakukan diplomasi sebagai upaya
menemukan harga pas dan cocok.
Tukang
becak tetap kekeh mempertahankan harganya. Si penumpang tidak mau, ia ingin
harganya turun jadi lima belas ribu. Pertimbangan penumpang itu karena lazimnya
harga naik becak dengan barang seperti itu. Tetapi bapak tukang becak juga
mempunyai alasan karena berat barang belanjaannya sama seperti berat si
penumpang.
Dua
orang itu sama-sama kaku. Pendapatnya tidak bisa ditekuk. Masing-masing punya
pandangan berbeda. Setelah terjadi negosiasi yang sangat sengit, akhirnya
lelaki tukang becak itu legawa menurunkan harganya jadi lima belas ribu, sesuai
permintaan.
Penumpang
itu menawar harga dengan solusi, selepas mengantar sampai rumah, nanti bapak
tukang
becak akan diberi makan di rumah si penumpang. Itung-itung mengurangi
jatah makan siang. Akhirnya dari kedua pihak setuju dan mau melepaskan egonya.
Dari
peristiwa di atas dapat dijelaskan bahwa di antara dua oknum itu memiliki
tujuan masing-masing. Untuk mencapai tujuannya, mereka melakukan cara sebisa
mungkin supaya dipermudah. Dari berbagai banyak solusi ditawarkan penumpang, tapi pada akhirnya kesepakatan itu muncul saat tukang becak dihadiahi
makan.
Itu
adalah satu bentuk cerminan politik. Di mana masing-masing orang
mempunyai cara agar mampu menuju pada target yang diinginkannya. Jadi tidak
semua politik diidentitaskan pada kekuasaan. Ada banyak bentuk karakter lain yang bisa
diambil sebagai contoh implementasi politik.
Berawal dari sana, politik
tidak selalu menyeramkan, saling tikung, ejek, bully, dan sinis satu sama lain.
Ternyata ada banyak sisi lain dari nilai politik yang bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, yang mana kita kurang bisa menyadari.
Hal-hal
kecil itu membuat kita akan tertawa sendiri, karena selama ini yang
kita anggap politik kadang bukan politik. Justru yang tidak kita anggap
politik, malah itu yang semestinya jadi pancaran positif dari politik.
Lamongan, 19 Februari 2021
Komentar
Posting Komentar