Sepasang
mata yang merah, memojokkan harapan di sela-sela jendala depan penjara yang
indah. Penjara itu suci bagi sebagian orang yang mengakuinya. Pintunya,
gordennya, kasurnya dan seisi rumahnya adalah butiran-butiran surga yang
menjelma buah-buah surga. Di sisi lain dari itu semua. Aku sosok perempuan penyuka
hujan.
Bagiku hujan adalah air yang terlepas dari
Tuhan untuk membersihkan keluh di tubuhku. Aku tidak menganggap diriku kotor,
tapi mungkin aku diizinkan Tuhan untuk mengotorkan sedikit kesucian tubuhku
dari sisa-sisa kemurahan hatinya. Setiap kehidupan menurutku adalah bimbang.
Tidak ada barang yang kotor, yang ada hanya dia berada pada tempat yang tidak
bersih.
Kelahiranku sangat tidak disangka,
malam-malam tanpa kunang-kunang bersinar, rembulan dan segala bintang tak bisa
menampakkan dirinya dengan seksama. Perempuan yang terlahir di tempat
persinggahan bulan purnama. Bulan yang selalu diterima oleh langit kapanpun dia
muncul. Tidak ada alam yang menolak kehadiran penghuninya. Alam semesta
menerima semua makhluk dari persinggahan manapun. Semua perempuan selalu
singgah dihadapan Tuhannya. Alam adalah buatan Tuhan, manusia buatan Tuhan.
Segala kuasa yang lahir dan mati itu kebenaran sejatinya Tuhan.
Etika tidak pernah lepas dari masyarakat,
aku lahir dari masyarakat. Baik dan burukku hanya ada pada tangan masyarakat.
Aku bukanlah norma kesopanan, norma keadilan, norma kemanusiaan dan norma hati
nurani kemanusiaan. Hidupku semuanya telah ku tanggalkan pada alat-alat mereka.
Hidup maut ada pada Tuhan, tapi seakan-akan Tuhan menitipkan hidupku pada
alat-alat benih mereka. Ketika aku menginginkan atas mati dan hidupku, aku
hanya meminta kesungguhan mereka, berani tidak melukai diriku dengan kasih
sayang dan cinta mereka. Tidak ada lelaki yang tidak mencintaiku, tidak ada
lelaki yang tidak menyayangiku.
Apa yang dia lakukan atas dasar cinta
kepadaku. Aku hanya perempuan penabur benih cinta kepada manusia. Kehidupanku
hanya lemah lembut, tidak ada kekerasan fisik yang berani menghujamku, sebab
aku bukan penggawai negara yang tidak tau soal cinta. Penggawai negara kalau
belajar cinta, silahkan datang kepadaku, aku kan mengajarkannya, bagaimana
cinta itu bisa timbul dari kasih sayang dan kemauan.
Bagaimana aku tidak dibenci masyarakat,
kehidupanku pemuas hasrat semestara. Menurutku Tidak ada yang lebih arif dari
orang yang menemaniku tiap malam.
Orang yang pertama menemaniku pada malam
pertama adalah pacarku sendiri. Bahkan dia hanya aku jadikan sebagai batu
lompatan untuk ke lelaki ke dua, ke tiga, ke empat dan seterusnya. Bukan soal
pertama, ke dua atau ke tiga. Tapi yang aku lihat hanya mereka yang tidak bisa
menjamin hidupku tapi terus selalu mengolok-olokkan aku disamping dia melupakan
norma kemanusiaan yang melekat pada dirinya. Aku tidak menemukan hening di
setiap malamku, aku menjajakan setiap hari apa yang aku punya.
Aku tidak punya harta, jabatan, kemewahan
bahkan barang-barang yang bisa aku jual belikan. Aku hanya punya cinta, aku
menjual cinta, setiap orang yang datang kepadaku mereka akan merasa nyaman
dengan segala bentuk yang keluar dari tubuhku. Soalnya aku menawarkan cinta,
bukan identitas siapa aku.
Hari-hariku adalah malam. Siang hanyalah
ilusi yang tak sanggup memberiku malam yang indah. Malamku hanya kenangan
yang akan aku kenang sepanjang hidupku sebagai manusia. Cukup hari ini saja
badanku terasa loyo, aku yang biasa menemani beberapa lelaki disetiap malamnya,
tapi untuk kali ini badanku menolak dengan lelah. Ku tutup pintu kamarku, aku
tinggal di persinggahan jalan, kamarku bersih, terawat tanpa ada secerca
kotoran yang menempel pada dinding kamarku.
Malam itu aku sedikit merebahkan
tubuhku di kasur yang aku beli dari hasil penjualan cintaku. Aku melihat cahaya
mobil menerangi kamarku dari luar, nampak cahaya itu seperti cahaya mobil sedan
yang mewah, sebab cahaya itu rendah, tidak menandakan kalau mobil itu besar.
Aku intip dari jendela, ternyata yang keluar dari mobil itu adalah Pak Dayat.
Saya kenal betul siapa dia, dia adalah seorang pejabat daerah setempat. Tiap
minggu dia selalu mengajakku pergi dan bermalam denganku. Jadwalku tiap malam
adalah dengannya. Jadi siapa yang mengajakku pada hari itu, aku tidak bisa.
Karena Pak Dayat sudah memesan diriku sejak lama dan itu sudah menjadi
rutinitas tersendiri.
"Tok tok tok" Suara pak Dayat
mengetok pintu,
"Ohh, bapak. Silahkan masuk pak ..!" Sapaku dengan senyuman, tapi sebenarnya badanku ini sudah lelah tak bertenaga.
"Kamu kenapa kok kelihatannya lelah
sekali" Dia masuk sambil matanya melihat ke arah bawah tubuhku. Karena
pada waktu itu aku memakai celana pendek yang pendeknya agak sedikit ke atas.
"Badan saya agak terasa capek pak,
aku butuh istirahat. Kalau boleh saya minta malam ini saya ingin tidur. tubuhku
mulai tidak bisa diajak keluar saat ini Pak" Permintaanku dengan melemas.
"secapek itu kah dirimu Sar..??"
"Apa aku perlu mengantarmu ke rumah
sakit..??" Tanya Pak Dayat.
"Tidak perlu pak, aku hanya butuh
istirahat. Kemarin aku melayani banyak orang yang menginginkanku"
"Apapun yang terjadi kamu harus
melayaniku Sar. Malam ini aku menginginkamu..??" Paksa Pak Dayat.
"Tidak bisa Pak. Tolong..!!!"
Tolakanku dengan lembut.
Tanpa sadar dan tanpa pikir panjang, dia
langsung menikamku dari belakang. Dia memaksaku untuk melayaninya. Yang aku
kenal saat ini bukan Pak Dayat yang dulu, dia tidak pernah memaksaku seperti
ini. diriku sudah capek, sudah lelah, tenaga yang ada pada tubuhku tidak bisa
dipaksakan lagi. "Tolong Pak mengerti keadaanku" aku perempuan.
Aku manusia yang tidak punya kuasa
mengembalikan gairah tubuhku sendiri. Tapi semua cara untuk menolak tidak bisa
di kendalikan. Aku dipaksa untuk melayaninya. Ini bukan cinta. Ini bukan lemah
lembut. Aku tidak bisa melakukan seperti ini. kamu pejabat pemerintah.
"Bagaimana rakyatmu kalau dirimu seperti ini Pak" aku ini rakyatmu
yang butuh kasih sayangmu. Bukan kekerasanmu. Cukup, aku tidak sanggup lagi
melayanimu. Sudah terkuras habis tenagaku. Sudah hentikan Pak..!!.
Malam-malam yang tidak aku inginkan,
semoga ini tidak terulang lagi. Aku menyesal bukan karena diriku ini dengan
sukarela melayaninya, melainkan paksaan yang kau beri. Hampir puluhan orang
yang sudah aku layani. Tapi hanya dirimu yang memaksaku. Sudah sirna penjualan
cintaku. Musnah sudah harga cintaku. Cintaku hilang atas paksaamu. Hari ini dan
esok adalah beda. Aku percaya itu. bukan sekadar menghibur diriku. Aku yakin
dari puluhan sampai ratusan laki-laki, dari berbagai macam bentuknya, hanya
dirimu yang berbeda. Dirimu rakus. Dirimu serakah atas nafsumu sendiri.
Beberapa bulan kemudian dia datang kembali
kepadaku. Dengan wajah yang muram dia meghampiriku. Aku sudah tidak mau tau
dengannya. Aku kunci semua pintu kamarku. Aku tidak mengharap kedatangannya, aku
tidak menginginkan kehadirannya. Tapi dia tetap saja mnyelinap ke rumahku.
"Sar Sar Sari, keluarlah ..!!! aku
ingin berbicara kepadamu." Suara panggilan Pak Dayat yang keras sambil
menggedor-nggedor pintu kamarku.
Tapi aku tidak mau keluar, antara takut
dan bimbang. Tiba-tiba dia mendobrak pintu kamarku dengan sekencang-kencangnya.
"Ngapain kamu tidak membuka
pintu" Tanya Pak Dayat
"Mending Bapak pergi, aku tidak ingin
mengharapkan kehadiran bapak" Pintaku kepadanya.
"Aku tidak akan pergi Sar, aku terkena
herpes, mungkin dirimu juga terkena. Karena wanita terakhir yang aku setubuhi
hanya dirimu. Istriku tidak ada di rumah. Dia pergi keluar negeri"
Pengakuan yang diberikan oleh Pak Dayat.
Aku mendengar kabar tersebut hatiku sangat
sedih. Kalau dia terkena penyakit herpes, otomatis aku juga terkena. Sumber
dari segala penyakit bersumber dari tubuhku. Secara otomatis aku tidak bisa
menjual cintaku. Aku tidak bisa menawarkan cintaku. Cintaku hilang melayang
tanpa harapan. Jangankan harapan. Aku bekerja seperti ini juga tidak ada yang
bisa aku harapkan. Semua kehidupanku tanpa harapan. Sebab aku tau, harapan
adalah bukan kepastian. Tuhan pengatur kehidupnku. Bukan kita yang menciptakan
etika, melainkan masyarakat sosial yang memunculkan opini tersebut.
Sekian cinta yang aku berikan kepada
mereka. Aku tidak mau menebar benih penyakit di negara ini. Biar para
penggawa-penggawa saja yang mampu mengendalikan penyakit berfikir kepada
masyarakat dan rakyat-rakyatnya. Aku jujur pada diriku sendiri dan Tuhan. Dari
pada mereka yang tak bisa berfikir untuk kejujuran atas posisinya.
Herpez adalah kenikmatan untukku. Tuhan
masih sayang kepadaku. Kalau bisa herpez yang aku derita ini bisa tersebar ke
pejabat-pejabat yang ada di Jakarta. Yang aku inginkan hanya satu. Biar mereka
paham akan kesadaran yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Mungkin juga herpez
yang aku alami ini adalah hutangku pada Tuhan. Sudah sekian lama aku
meninggalkan sisi manusiaku. Ini saatnya aku menabung penyakit kepadanya.
Perihal penyakit Kata orang adalah penghilang dosa.
11
OKTOBER 2017
|
Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak. Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh. Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...
Komentar
Posting Komentar