Sebenarnya saya kurang minat menulis ini,
secara historis tema yang saya tulis pun tidak ada menarik-menariknya. Tapi
perlu diketahui, tulisan ini juga berasal dari budaya yang akan saya jadikan
topik pembahasan. Mengenai semerbak budaya yang semakin tinggi di ambang
eksistensinya, tidak menutup kemungkinan kendali sosial secara pribadi sangat
dibutuhkan perihal budaya rasa ingin tahu sangat tinggi di kalangan masyarakat.
Terutama rakyat yang kurang bisa memahami
sejarah keadaan masalah besar yang ditimpanya. Kemudian dengan apa mereka bisa
mengatasi itu semua, mengerti itu semua. Budaya kaget merupakan budaya yang
sudah sangat populer di kalangan masyarakat, kaget atau mengagetkan adalah
suatu budaya yang tidak mungkin juga bisa timbul dengan sendirinya.
Ada indikator masalah yang bisa
menyebabkan keadaan orang bisa kaget, entah itu orangnya memang kagetan,
kagetan dalam artian latah, atau orang itu ingin menjadi manusia yang segalanya
tahu, dengan ketidaktahuan dia tidak bisa tidur dan bercerita. Setelah dia
tahu, kemudian di post ke rana sosial yang lebih luas, sambil diberi dukungan
berupa caption yang melihatkan tingkat keintelektualannya yang menawan.
Berapapun tingkat keintelektulan seseorang
tidak bisa menyelesaikan suatu keadaan tatanan sosial masyarakat yang ada
di Negara ini,
kecuali dia yang memang mempunyai suatu peran kendali yang sangat besar di
dalamnya. Memang tidak bisa dihindari masalah tersebut, kita terlalu banyak
tergopoh-gopoh menelan sesuatu yang tidak bisa kita jangkau, sedangkan di
sekililing yang sebenarnya lebih membutuhkan peran sadar kita, justru timbul
rasa acuh tak acuh, seakan-akan masalah itu tidak seberapa penting bagi
kita.
Kesadaran seperti itu cukup memalingkan
apa yang ada, kesadaran merasa lebih kecil dari pada ego. Kesadaran harus bisa
menimbulkan kepekaan yang tinggi, sangat tidak mungkin, sadar terlalu jauh
berpijak, sedang di dekat masih ada yang membutuhkan sikap kesadaranmu.
Demikian pandangan terhadap suatu yang
belum jelas, terkadang dari segi kualitas masalah bisa menjadi pertimbangan,
tapi apakah dengan pertimbangan tersebut orang bisa lebih bermakana terhadap
kondisi sosial di sekitarnya. Budaya kaget sudah seperti hal yang tidak asing
di kalangan aktivis-aktivis sosial yang menjalankan perannya.
Menurut sudut pandang jauh rendahnya,
apabila yang jauh sulit ditembus, kenapa tidak memilih yang terdekat, jika
dilihat dari segi tatanan rakyatnya, baik itu ekonomi, sosial, kultur, adat,
budaya dan lain sebagainya. Jadi jangan sampai heran, kalau para aktivis yang
sudah melalang buana ke jauh mata tak terpandang, jika kembali, dia akan merasa
heran dan merasa asing di habitatnya asal.
Jika mengacu pada teori hewan hutan, sudah sering kita
ketahui hutan merupakan tempat yang paling luas dan sangat tak terbatas. Sebab
yang membatasi hanya para mereka yang mempunyai wewenang atas wilayahnya
sendiri. Habitat mereka para hewan dijaga agar tidak mengalami pergeseran,
suapaya bisa berhenti stagnan pada kondisi semula saat dia membangun wilayahnya
sendiri.
Maka tidak jarang habitat menjadi barang
perebutan dan kekuasaan, siapa yang kuat, dia yang memiliki wilayah yang luas,
dan cenderung agresif ketika ada hewan lain berusaha masuk di wilayahnya. Maka
kita butuhkan sebenarnya sifat keagresifan tersebut kepada pihak-pihak atau
oknum-oknum yang berusaha merebut wilayah kekuasaan.
Kita sebagai makhluk yang diberi amanah
untuk menjaga Negara ini dengan kekuatan yang sudah dianugerahi Allah untuk
selalu berpikir kalau terlihat mengancam, maka kita harus bisa waspada. Lain
lagi dengan kehidupan semut dan burung, semut bisa berjalan kemana saja yang ia
mampu, hanya saja tempat tinggal aslinya mereka pada sebuah lubang kecil di
tanah, tetapi untuk berjelajah keman saja mereka bisa dengan kebebasan ukuran
badannya yang kecil.
Bahkan burung pun bisa seperti itu, dia
bisa terbang jauh setinggi-tingginya sesuai dengan batas yang ia punya, dia
bisa melihat keadaan di sekelilingnya, di bawahnya dengan mata yang bebas.
Tentu semau itu sesuai dengan kehendak yang diberikan Allah pada wilayahnya
masing-masing. Tidak ada identitas yang dibuat-buat oleh mereka, kecuali
habitat tempat mereka hidup pada segi pembatas kehidupannya dari eksternal
komunikasinya dengan hewan lain.
Mungkin juga para penguasa Negeri ini bisa
belajar ke para hewan yang tinggal di Hutan luas. Minimal kita
sendiri dulu sebagai individu yang mempunyai kewenangan beberapa persen atas
diri kita, tapi semenjak timbul rasa secara signifikan menguasai diri kita,
maka kemerdekaan itu hanya di ambang batas bawah sadar.
Secara tidak langsung, dengan anggapan,
pemikiran, serta analisis-analisis
yang sebenarnya bisa dinomor duakan, maka hal tersebut menjadi paling utama
dalam diri kita sebagai manusia hidup yang berpikir. Ke dua kalinya antara
utama dan tidak utama bergantung pada sikap kita sebagai makhluk sosial yang
wajib bersosialisasi kepada sesama manusia.
Bahkan manusia juga mempunyai daya
pertimbangan yang wajib dilaksanakan, ada manusia di sana, ada manusia di sini,
dan ada manusia di sekeliling kita. Ketika ada masalah pada manusia di sana,
dan manusia di sini di dekat kalian juga mempunyai masalah, apakah kalian tega
melangkah lebih jauh ke sana untuk mengendalikan yang belum tentu bermanfaat
bagi segi nilai kehidupan kalian dari pada yang lebih dekat jusru bisa melatih
sikap komunikasi, interaksi dan sosial yang tinggi.
Urusan di sana biar mereka di sana yang
berpikir, kalau suatu saat dibutuhkan, apa boleh buat, namanya juga dibutuhkan,
kita harus siap, bukannya tidak mau tahu, akan tetapi alangkah baiknya kabar
wacana itu perlu di ambil dari segi nilai masalahnya agar menjadi pengetahuan,
pelajaran yang mampu membimbing kita agar lebih berdewasa dalam bersikap.
Sesuatu yang menjadi daya tarik manusia
adalah bisa dilihat dari segi menariknya, tapi ingat, barang yang menarik belum
tentu mahal nilai dan daya gunanya. Musim-musim pemilihan pemimpin pun kita
selalu disuguhkan barang-barang yang menarik di depan mata, semuanya bagus,
tidak ada yang tidak bagus sedikitpun, tapi apakah yang menarik selalu
bagus kebijakannya, peraturannya, perilakunya.
Seakan-akan kita selalu dibayang-bayangi
oleh kemenarikan tersebut, padahal menarik adalah bukan yang menjadi kunci
mutlak dari sebuah manusia. Menarik hanyalah sebatas identitas yang bisa
diciptakan oleh individunya masing-masing. Semua manusia mempunyai kuasa atas
identitasnya. Tinggal masyarakat komunal sosial selain dirinya mempunyai peran
untuk menilai dari segi identitasnya.
Di segala bidang kehidupan manusia
berlangsung, baik dalam hal pemilihan, memilih, dan dipilih. Apakah semuanya
sudah tertata secara sistemis dari segi unsur batinniah yang sesuai pada
kondisi negara saat
ini. Soal kepentingan dan martabat, mereka yang dipilih, lebih mementingkan
mana, martabat negara atau martabat dirinya sendiri.
Kesejahteraan dirinya atau kesejahteraan
Negara. Pemimpin adalah ibarat Ibu dari semua anaknya, suami dari istri dan
anaknya. Mengayomi dari segala unsur terkecil yang sulit dilihat. Rakyat tidak
terlalu butuh hanya dengan identitas yang terlihat tampak oleh mata. Banyak
kasus dan permasalahan-permasalahan yang tidak hanya bisa diselesaikan oleh
identitasnya.
Identitas hanya sebagai pendukung
kecakapannya saat berpidato, sedangkan saat bekerja, yang mereka butuhkan hanya
komitmen untuk bahu membahu dan berpikir bagaimana wilayah yang dipimpinnya
bisa berjalan secara efektif dan maksimal.
Kembali lagi ke ilmu hutan, meskipun hutan
berada dalam wilayah internal Negara, tapi tidak ada salahnya jika manusia
individu, kelompok atau komunal-komunal aktivis yang berusaha untuk
mensejahterakan Indonesia, alangkah baiknya bisa melihat dengan cara pandang
hutan serta bagaimana hewan-hewan yang berusaha untuk mempertahankan
habitatnya. Mereka membuat pewatas agar kehidupannya bisa berjalan dengan
normal dan terhindar dari rasa takut.
Surabaya,
13 April 2018
Komentar
Posting Komentar