Langsung ke konten utama

Antropomorfisme Mangga dalam Cerpen Lalijiwo Karya Wina Bojonegoro





Cinta selalu menemukan bagaimana caranya kembali. Kembali ke tempat di mana cinta itu perlu ruang untuk menuangkannya. Ibarat tulisan, sebuah tulisan tidak bisa berdiri hanya sebagai tulisan, ia terdiri dari beberapa huruf, kata, kalimat sampai beberapa paragraf. Seperti itulah cinta, jika tidak ada tempat untuk berpijak, maka komponen-komponen di dalam cinta terkadang menjadi pudar dan semakin pudar maka semakin menghilang. Oleh karena itu, cinta tidak bisa lahir dan hilang tiba-tiba.
Cinta pasti ada sebab akibat kenapa cinta bisa tumbuh, semakin disiram, justru semakin subur, semakin dirawat, semakin bagus strukturnya. Jadi bukan hanya tumbuhan yang bisa dirawat, namun cinta juga butuh hal yang serupa, karena cinta hidup, di dalamnya ada hasrat dan dorongan dari diri manusia untuk selalu bersama, di sampingnya, dan selalu ada untuknya. Di sisi lain, rasa cinta juga sebagai pembatas untuk sesuatu yang dicintainya. Hal tersebut tentu menjadi salah satu daya negatif yang ditimbulkan oleh cinta.
Ia serupa penjara untuk membatasi agar cintanya tidak kotor karena telah diintervensi oleh hal-hal di luar dari cintanya. Tetapi, sesuatu yang tidak pada kadarnya, pasti membahayakan. Seperti halnya cinta, harus seimbang kadar penempatan dan pengaplikasiannya. Uniknya, dimensi cinta bukan hanya terletak pada seseorang, namun cinta memiliki medium sangat luas. Bisa ke manusia, hewan, tumbuhan, dan lain sebagainya. Artinya, ketika manusia sudah diserang unsur-unsur cinta, senjatanya, rakitan peluru, dan meriamnya, maka ia pasti memiliki ketergantungan pada apa yang ia cintai. Itu yang menjadi penyebab orang akan memaknainya berlebihan, sehingga sudah keluar dari yang dibayangkan orang lain.
Cinta adalah sifat alami manusia dan cintalah yang mempersatukan perbedaan. Dari satu golongan, aliran, keyakinan, kepercayaan, dan lain-lainnya bisa disatukan hanya dengan cinta. Selain itu, cinta juga menjadi tempat kesadaran penuh bagi manusia, jika memang ia adalah manusia, outputnya yaitu berupa cinta, tindakannya berupa kemaslahatan. Maka dari itu cinta dan humanisme tidak bisa dipisahkan dari sifat alamiah manusia.
Gangguan yang disebabkan oleh berlebihannya mengaplikasikan cinta adalah antropomorfisme. Antropomorfisme adalah memasukkan karakteristik manusia ke dalam wujud bukan manusia. Antropomorfisme bisa disebabkan oleh cinta yang berlebihan pada sesuatu. Semestinya cinta manusia adalah bermuaranya pada manusia juga. Tidak menutup kemungkinan cinta ada pada manusia tapi bisa juga untuk selain manusia, karena memang cinta bersifat universal dan menyeluruh tanpa kenal batas. Namun dalam gangguan antropomorfisme ini lebih menekankan pada perwujudan cinta selain pada manusia yang seolah-olah dimanusiakan. Penyikapannya dimiripkan seperti cinta pada manusia.
Antropomorfisme sering dijumpai di dunia film ataupun kesenian, biasanya manusia digambarkan berkepala hewan atau berwujud hewan. Seperti pada dunia film kartun-kartun, antropomorfisme ditemukan seperti hewan yang menyerupai manusia, baik gerak-geriknya ataupun cara bicaranya, bahkan sampai penggunaan bahasanya. Seperti pada film Tom and Jerry, Micky Mouse, Donald Ducks dan lainnya. Sesuai pada asal katanya, “antropomorfisme” terambil dari bahasa Inggris “anthropomorphism” yang berasal dari bahasa Yunani “anthropos” (manusia) dan “morphe” (bentuk). Ada dua penekanan, yaitu pada manusia dan bentuk. Jadi hubungan manusia dengan bentuk atau manusia yang dibentukkan pada sesuatu ataupun bisa juga sesuatu yang dibentukkan seperti manusia.
Cerpen Lalijiwo karya Wina Bojonegoro yang dimuat Jawa pos (24/11/19) terdapat sisi Antropomorfisme yang dimunculkan oleh pengarang dalam ceritanya. Tentang kisah sebuah mangga bernama Lalijiwo, mangga tersebut merupakan buah mangga yang langkah karena hanya ada di beberapa daerah saja di Indonesia. Terkisah sepasang kakek nenek yang selalu merawat mangga lalijiwo tersebut, karena dengan mangga itu para cucunya bisa berkunjung ke rumah. Memang mangga tersebut berbeda dengan mangga pada umumnya, buahnya selalu lebat, rasa manisnya pun di atas rata-rata. Banyak orang bertanya bagaimana resep merawatnya sehingga satu pohon bisa menghasilkan buah lebih dari lima karung goni.
Keistimewaan itulah yang menjadi penyebab kenapa mangga lalijiwo menjadi pusat perhatian banyak orang. Sebenarnya, mangga lalijiwo adalah sebuah bentuk cinta seorang kakek nenek untuk keluarganya. Buah itu menjadi tujuan utama saat cucu-cucunya berkunjung ke rumah, mereka senang dengan buah mangga tersebut. Oleh karena itu, maka si kakek mau tidak mau harus merawat lalijiwo dengan sepenuh hati. Tidak bisa dibayangkan kalau mangga itu mati, pasti si kakek dan nenek mengalami kesepian karena para cucunya pasti jarang ke rumah. Tapi tidak jarang tindakan-tindakan antropomorfisme dilakukan karena wujud cintanya. Seperti kenapa mangga itu berbuah banyak, tidak lain dan tidak bukan yaitu karena kakek menyiramnya dengan banyu leri serta mengajaknya bicara.
Orang lain sempat tidak percaya karena itu merupakan hal yang tidak wajar, mengajak bicara pohon, yang tidak dilakukan manusia pada umumnya. Namun memang seperti itu kenyataannya. Selanjutnya, sikap antropomorfisme juga ditunjukkan dalam cerita pada saat mangga lalijiwo dicuri oleh dua anak kemudian mereka jatuh dari pucuk paling tinggi. Salah satu di antara mereka mengalami retak pada tulang tengkorak lalu satunya meninggal dunia. Dari kejadian itu, para warga berbondong-bondong ingin memotong mangga tersebut agar tidak terulang lagi, padahal mangga tersebut sama sekali tidak bersalah, justru yang bersalah adalah dua anak itu.
Perasaan lain ditunjukkan kakek dan nenek, mereka merasa iba dan tidak setuju dengan tindakan para warga karena mangga lalijiwo adalah tanda cinta mereka berdua. Seperti pada kutipan “Kami menatap reruntuhan lalijiwo itu dengan perasaan berkeping-keping. Telah hilang satu pernik kebahagiaan dan tetenger perjuangan hidup kami. Meski tak kuizinkan, dua buah sungai mengalir dari hulu mataku. Suamiku menggenggam tangan kananku, memberi kehangatan pada kelu yang menjaring lidahku. Kematian apa yang sanggup menandingi perasaan ini?”. Mereka sudah merawatnya hampir empat puluh lima tahun. Bahkan mereka mengungkapkan kalau salah satu kebahagiaannya hilang setelah mangga lalijiwo ditebas oleh warga. Bukan hanya itu, ada kesedihan yang mendalam seperti sungai mengalir dari hulu mataku. Mereka sepasang orang tua yang menangis karena sumber tanda cintanya hilang akibat tindakan buta.



Lamongan, 21 April 2020   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...