Langsung ke konten utama

Wajah Baru Media Pers: Transformasi Antara Online dan Cetak

Seperti pada peringatan sebelumnya, tiap tahun pers selalu diperingati sebagai hari kebebasan seseorang untuk menuangkan pendapatnya berupa kreatifitas yang berbentuk narasi bermacam-macam wujudnya. Tujuan utamanya adalah memang untuk kemudahan ketika arus informasi berjalan ke masyarakat, turun ke wilayah arus bawah yang membutuhkan informasi lebih banyak. Oleh karena itu, pers dijadikan sebagai media yang menunjang kemudahan orang agar mencapai tujuannya, yaitu menyuarakan suaranya. Salah satunya adalah media online, secara harfiah, media dimaknai kemudahan atau alat manusia supaya apa yang diinginkan bisa terlaksana dengan lancar. Akan tetapi media dalam hal ini mempunyai basis massa atau basis online, di mana keterkaitanya mencangkup banyak orang dan keterpengaruhannya pun menyeluruh di segala aspek informasi masyarakat, namun secara maya.

Hal itulah yang saat ini bisa kita lihat bersama, sudah menjadi budaya hedonisme media massa, semua orang bisa mengakses informasi bermacam-macam bentuknya secara bebas, sehingga memunculkan kebiasaan konsumtif berlebihan di kalangan masyarakat. Tidak memperhitungkan usia muda maupun tua, semua elemen bisa berselancar mencari informasi secara universal dan bebas. Kita seharusnya sudah bisa merasakan akibatnya jauh-jauh hari, karena semakin lama media online bisa bergerak di sepanjang waktu, maka saat itu pula media online semakin hari akan kehilangan fungsi sesungguhnya, yang seharusnya media online berfungsi sebagai alat pencerdas sekaligus mendidik masyarakat lewat produksi informasinya, justru sekarang sudah berjarak jauh dengan hal itu.

Seperti pesan Presiden pada pidato peringatan Hari Pers Nasional kemarin yang dilansir oleh pikiranrakyat.com (8/2/20), Presiden mengatakan, masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang mendapatkan informasi yang sehat dan baik. Informasi yang baik memerlukan jurnalisme yang baik dan ekosistem yang baik. Ekosistem media harus dilindungi dan harus diproteksi sehingga masyarakat mendapatkan konten berira yang baik. Pesan Presiden tersebut sangat menitik beratkan pada konten yang dipilih oleh seorang jurnalis, sehingga perlunya protek yang memang harus benar dilakukan.

Makanya, diusahakan harus ada media protek sendiri yang bertugas sebagai penyeleksi konten informasi sebelum masuk dan dibaca masyarakat. Artinya apa, ketika suatu pers dimaknai sebagai tempat kebebasan berpendapat, maka kebebasan itu sendiri menjadi bias karena dibatasi oleh koridor-koridor yang sudah semestinya diperhatikan kembali. Dari awal memang disinyalir bahwa di dalam kebebasan sudah menjadi nyata tidak ada kebebasan, yang ada adalah batasan-batasan itu sendiri. Sebagai pelaku insan pers setidaknya mampu mengerti hal tersebut, bagaimana mengolah media yang sedemikian rupa agar tujuannya jelas untuk mendidik masyarakat.

Era sekarang, media massa tidak bisa lepas dari genggaman, justru dengan media massa dunia ada di genggaman. Orang lebih mudah ke sana ke mari semaunya, berjalan bebas sesuai kehendak hatinya. Informasi bisa didapatkan tanpa harus ia menuju ke tempat kejadian peristiwa. Bagaimana tidak, satu orang bisa memegang beberapa akun media massa, khususnya media sosial lebih dari satu, ada fb, instagram, line, dan lain sebagainya. Seyogyanya, pemanfaatan media massa pun juga mengikuti arus perkembangannya, tidak bisa dipungkiri, kecenderungan dan ketergantungan orang pada media massa sangatlah kuat, kita tidak bisa melepasny lama-lama, ada semacam reflek otomatis yang membuat kita tidak bisa mejaga jarak wakgu yang agak jauh.

Seperti halnya sayap burung yang membantu terbang ke mana-mana. Media juga mempunyai peran serupa pada saat ini. Ia menjadi sayap pengembang pada semua bidang, baik formal dan non formal. Contohnya partai politik, organisasi, komunitas, dan lembaga-lembaga yang membutuhkan publikasi tinggi supaya masyarakat mengetahui segala kegiatan yang mereka lakukan. Sama halnya sebagai wadah pencitraan atau eksistensi semata. Maka jangan heran, sekarang ada banyak cara untuk menarik simpati masyarakat agar mau membacanya, semacam transformasi kemodernan besar-besaran, entah itu dari tampilannya, sisi unik kontennya atau muatan informasi yang terkandung.
Apalagi dengan media online, semua bisa lebih cepat diproduksi dari pada media cetak yang harus menunggu beberapa hari. Dengan media online, selang waktu kejadian dengan pemberitaan hanya berjeda beberapa jam, semua langsung bisa membaca dan mengakses berita tersebut, tanpa harus beli koran dulu, sambil duduk ngeteh atau ngopi pun sudah bisa dinikmati. Namun jika ditelisik lagi, Itu juga berpengaruh pada sistem mekanisme dalam dunia surat kabar cetak. Kalau di luar negeri, ada majalah Newsweek yang merugi, bahkan edisi cetak The News York Times juga mengalami penurunan soal iklan.

Di Indonesia mungkin masih ada beberapa perusahaan yang masih mempertahankan media cetak, tapi juga menjalankan media onlinenya, keduanya sama-sama dijalankan, akan tetapi media cetaknya yang lebih masif digerakkan. Seperti majalah sastra Horison, dulu majalah Horison menjadi acuan para sastrawan, semua berlomba-lomba agar tulisannya bisa dimuat di sana. Karena anggapan mereka, ketika karyanya sudah dimuat di sana, maka status sastrawannya sudah bisa diakui banyak orang. Namun saat ini sudah berbeda, majalah Horison beralih ke online.
Ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh percepatnya arus media online tersebut. Yaitu akurasi atau ketepatan isi berita. Karena dengan cepatnya arus informasi, banyak wartawan yang menggampangkan sehingga budaya copy paste masih bisa saja terjadi. Jika kita pandai mencermati beberapa media online dengan situs yang berbeda, kemudian membandingkannya, di situ kalian akan melihat persamaan isi di antara situs-situs itu. Akibat buruknya adalah para wartawan kurang mempunyai pengalaman dan kreatifitas mengolah serta menentukan topik yang menarik, bahkan mereka bisa dikatakan kurang mempunyai pengalaman mengambil berita secara langsung dari tempat kejadian perkara.

Website School of Jornalism, University of Madison pernah merilis tulisan yang menyatakan bahwa para bloggers saat ini berloba-lomba melontarkan gagasan dan pengetahuannya. Tapi sayangnya, gagasan itu bisa saja gagasan saya, anda, atau orang lain yang dimuat sama tapi menggunakan laman berbeda. Akhirnya jurnlisme fakta bergeser pada jurnalisme kutipan yang kurang bertopik dan berkarakter yang membuming di era ini. Padahal ada tiga prinsip jurnalisme menurut Bill Kovach, bahwa tugas utama jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran, loyalitas pertamanya kepada warga, sedangkan esensi dari jurnalisme adalah verifikasi. Sehingga tujuan pers bisa dijalankan dengan baik yaitu menyuarakan suara yang tidak disuarakan dengan akurasi dan kebenaran yang berkedok hanya pada realitas semata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...