Salah satu acuan negara
maju saat ini bisa dilhat dari perkembangan pendidikan di dalamnya. Saya
percaya, namanya perkembangan pasti dimulai dari kualitas rendah kemudian ke
tinggi. Tidak ada suatu proses perkembangan langsung melonjak pada posisi
teratas. Pasti dimulai pada proses sederhana, kemudian seiring berjalannya
waktu, proses tersebut mampu berkembang jadi maju. Agaknya saya meyakini betul,
percaya diri dengan konsep itu. Bersyukurnya, proses pendidikan di Indonesia
masih terlihat berkembang, artinya bisa dikatakan jalan terus. Jika mengacu
pada kinerja beberapa menteri pendidikan yang sudah-sudah, bisa dilihat, di
setiap pergantian menteri pasti ada perubahan di dalamnya.
Perubahan memang tidak bisa
dielakkan pada setiap diri pribadi manusia, tapi jangan dilihat dari sisi
alamiah manusianya, mari kita tengok sebentar, yang namanya perubahan tentu ada
perbaikan dari sebelumnya. Perbaikan tersebut dilakukan atas dasar penilaian cukup
panjang. Dengan adanya penilaian tersebut, bisa disimpulkan, soal pendidikan
kita masih tertanam rasa ketidakpuasan yang ditimbulkan akibat ketidakpercayaan
dari satu menteri ke menteri lainnya.
Persoalan tentang pendidikan
memang tidak akan pernah usai dibahas. Setiap era yang berkembang, di sana ada
pendidikan yang berusaha memodifikasi sistem agar manusianya mampu menyesuaikan.
Korelasi pendidikan dengan dunia usaha memang tidak bisa ditutupi. Sistem
pendidikan selalu berusaha menyelaraskan dan menyiapkan individu-individu
terampil untuk dunia industri. Padahal jika melihat UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab
I, Pasal I mengatakan Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Tidak ada gambaran isi yang menyatakan
kalau pendidikan adalah sebuah sistem yang menyiapkan untuk kepentingan dunia
industri.
Sudah paket lengkap, dari
spiritual sampai kepribadian yang awal mulanya berusaha membentuk manusia yang
sadar akan drinya dan sadar menetukan sikap bagaimana kedepannya. Disadari atau
tidak, pendidikan juga berfungsi sebagai media manusia untuk mencari siapa
dirinya melalui pengembangan diri yang berjenjang, makanya dalam pengertian
pendidikan termaktub kalimat yang berbunyi seruan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan
potensi, baik lahir dan batinnya. Dari jumlah seluruh siswa di kelas, idealnya
berjumlah empat puluh. Mereka semua tentu tidak mungkin memiliki karakter sama
semua. Dari salah satu mereka tidak bisa dipungkiri memiliki karakter
berbeda-beda, mungkin ada sama, tapi sangat tidak mungkin bisa disamakan semua.
Oleh karena itu potensi sangat penting diinformasikan kepada para siswa supaya
mereka paham dan mencari terus menerus apa potensi yang dimilikinya, baik
ketika dibimbing oleh guru, orang tua ataupun dirinya mencari sendiri, mengolah
kemampuan yang ia rasa sudah memiliki
Simbol sekaligus inovator
pendidikan yang dijadikan harapan masyarakat kala ini adalah menteri pendidikan
terbaru kita. Sosok muda penuh inovasi di benaknya, itu ia buktikan dengan perusahaan
Gojek yang berhasil ia rintis, bahkan sekarang Gojek mampu menjadi penopang
perekonomian banyak masyarakat. Umur tiga puluh lima adalah ibarat api
berkobar, masa-masa panas untuk bergerak menciptakan sesuatu yang baru.
Gebrakan-gebrakan itu sudah terlihat, namun jangan lupa, di belakang gebrakan
harusnya juga ada perealisasian yang signifikan dalam penerapannya pula.
Beberapa gebrakan baru itu ia rangkum dalam sistem pendidikan bernama “Merdeka
Belajar”. Jika orang baru pertama kali mendengar gagasan itu, mungkin terlihat
mengesankan karena agak sedikit berbeda dari menteri-menteri sebelumnya. Akan
tetapi merdeka belajar ini merupakan sebuah sistem yang bisa lebih berkembang penerapannya
ketika ditempatkan pada proses pembelajaran. Mengenai program inovasi tersebut,
sebenarnya tidak ada yang baru di dunia pendidikan, jika kita melihat dari
esensi dan subtansi pendidikan yang sesungguhnya yaitu tentang memanusiakan
manusia.
Secara general, penerapan
merdeka belajar bermula dari kesadaran terlebih dahulu. Kesadaran tentang sesungguhnya
para siswa mempunyai multi kemampuan yang beragam. Mereka tidak bisa disamakan
semua. Entah matematika, sains, musik, sastra, seni, dan lain sebagainya.
Kemampuan tersebut yang dijadikan dasar untuk mencari potensi dirinya. Guru
setidaknya memahami akan hal itu. Tentu sulit, tapi dengan adanya pengetahuan
tentang teori, model, strategi dalam pembelajaran, diharapkan mampu mempermudah
peran guru untuk mencapai tujuan merdeka belajar. Guru dituntut harus kreatif
mengembangkan segala model dan strategi pembelajarannya agar bisa tercipta
suasana merdeka belajar. Selain itu, kreatifitas diharapkan mampu juga
membimbing guru menjadi pendidik yang memiliki jiwa merdeka mengajar, tapi
tetap mengerti koridor-koridor yang ada.
Biasanya guru dijadikan
sumber penting pada proses pembelajaran, tapi merdeka belajar, bukan hanya guru
yang menjadi pusat terpenting, siswa juga harus jadi subjek utama pada
pembelajaran. Freire (2001) dalam bukunya, pendidikan yang membebaskan
mengatakan manusia sempurna adalah manusia sebagai subjek, mengerti atas
dirinya. Sedangkan manusia yang beradaptasi atau ketergantungan adalah manusia
objek, tidak tahu siapa dirinya. Adaptasi di sini lebih mempunyai pengertian
depedensi pada orang lain. Bukan berarti siswa belajar sendiri secara bebas,
melainkan guru lebih cenderung berperan sebagai pembimbing, bukan pemaksa.
Seperti berita yang
dilansir detik.com (12/19), salah satu konsep yang terangkum di Merdeka Belajar
adalah UN akan dihapus pada tahun 2020 ini. Selanjutnya akan diganti dengan
Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Sebagai masyarakat Indonesia
yang sudah mengalami pengalaman pendidikan panjang dan beragam, selayaknya
tidak perlu kaget ketika mendengar kabar inovasi pendidikan tersebut. Program
itu sebenarnya sudah diterapkan sejak lama oleh Ki Hadjar Dewantara, tapi
lambat laun, semakin ke sini, justru konsep yang dicetuskan Ki Hadjar Dewantara
malah hilang dan diterapkan kembali Ujian Nasional. Pada zaman dulu, dengan
Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara berharap mampu mengurangi batasan penduduk
Indonesia untuk mengakses pendidikan. Pembatasan yang dilakukan oleh pihak
penjajah pada saat itu adalah salah satunya dengan penerapan pada sistem
penilaian, sehingga belajar kehilangan tujuan pokoknya, tidak untuk perkembangan
hidup pada kejiwaan manusia, melainkan belajar untuk mendapat nilai tinggi.
Selain itu, perkembangan
sistem pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan pada garis hidup bangsanya
(kultur nasional), dengan alasan mengikuti berkembangnya peradaban zaman,
kemudian yang dibuat acuan adalah negara lain. Sehingga lagi-lagi kehilangan
ciri khas, kultur, karakter, dan identitas pendidikan kita. Padahal dalam UU
Nomor 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal I pun sudah dijelaskan bahwasanya sistem pendidikan nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional ini pun
semestinya dirumuskan kembali dengan serius.
Adapun sejarah pendidikan
nasional kita tidak boleh dilepaskan pada unsur sejarah kebebasannya yang
dinamis dan senantiasa bergerak mengalami beragam perkembangan. Begitu pula
bagaimana bangsa ini bangkit dari penjajahan, salah satunya dengan perjuangan
di bidang pendidikan dan perlu diingat, pada saat itu Taman Siswa hanyalah
lembaa pendidikan yang menggunakan pendidikan sebagai alat untuk mewujudkan
tujuannya, yaitu manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batiniah.
Surabaya, 25
Januari 2020
Komentar
Posting Komentar