Langsung ke konten utama

Menukil Kembali Perempuan-perempuan Jepara : R.A. Kartini dan Ratu Kalinyamat

Oleh :
Ahmad Baharuddin Surya

Sumber Gambar : pandita.id

Tulisan ini saya peruntukkan untuk memperingati hari Ibu atau memperingati hari-hari yang di dalamnya mengandung unsur perempuan, baik segi perjuangan, usaha, keadilan, dan kesetaraan. Ada dua terminologi, yaitu antara Ibu dan keibuan pasti memiliki pembahasan berbeda. Sama halnya Indonesia dan keindonesiaan, manusia dan kemanusiaan, dan lainnya. Terminologi semacam itu jelas memiliki wilayah makna dan penerapan yang berbeda pula. Sederhananya, ibu merupakan orang yang mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan kita hingga saat ini. Lain lagi dengan keibuan, keibuan bisa dimaknai dari sifat seorang ibu, sifat yang melekat pada ibu. Tidak hanya dimiliki seorang perempuan,  tetapi tidak menutup kemungkinan, sosok laki-laki bisa berubah menjadi sosok keibuan jika memang keadaan sudah membutuhkan, dan saya yakin, sedikit banyaknya sifat itu pasti ada di diri seorang laki-laki.
Kelompok feminisme lebih memaknai hari-hari perempuan sebagai hari perjuangan, di mana jangan sekali menyembunyikan makna perempuan yang berkembang dalam masyarakat perjuangan. Tidak selamanya perempuan itu 3M (Macak, manak, masak), melainkan lebih dari itu. Perempuan harus bisa mengambil peran di segala bidang, baik pendidikan, sosial, politik, pemerintahan, dan sebagainya. Keadilan gender di tempat apa pun harus diperjuangkan agar perempuan memiliki nilai lebih dalam pandangan masyarakat. Masyarakat pun setidaknya perlu pemahaman awal bagaimana keadilan gender itu, di mana posisi perempuan seharusnya, serta apa yang harus dilakukan perempuan untuk memulai hal tersebut.
Banyak sekali tokoh penting perempuan yang dibuat simbolisme nilai para perempuan untuk memicu semangat memperjuangkan keadilan di mata sosial. Kita sudah sering mengenal tokoh perempuan bernama RA. Kartini. Siapa yang tidak ingat Kartini, setiap tanggal 21 April kita sering memperingatinya sebagai hari Kartini, bahkan di dalam kalender Indonesia, Kartini merupakan salah satu tokoh Nasional yang diperingati hari kelahirannya, selain Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa As. Kartini merupakan tokoh Jawa dari Jepara, anak dari Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang Bupati Jepara. Pada tanggal 12 November 1903, Kartini diperistri Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Semasa kecil, Kartini cukup beruntung, selain ia putri bangsawan, ia juga mempunyai kakak bernama Sosrokartono yang ahli di bidang bahasa. Maka dari itu ketika Kartini berumur 12 tahun, ia sudah diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). 
Di sekolah itu, Kartini belajar bahasa Belanda, kemudian selang beberapa waktu setelah Kartini selesai sekolah, berhubung ia sudah bisa berbahasa Belanda, maka ia sering mengirim surat untuk teman-teman korespondensinya di Belanda. Rosa Abendanon adalah salah satu temannya. Kartini sering berkirim surat untuk teman-temannya di Eropa, ia juga sering membaca majalah lokal atau surat kabar Semarang bernama De Locomotief, diasuh oleh Pieter Brooshooft. Selain itu, ia suka membaca pengetahuan-pengetahuan berat yang mencangkup ilmu dan kebudayaan, apalagi terkait dengan majalah wanita Belanda yang berjudul De Hollandsche Leile, ia sangat tekun mendalaminya. Dari situ bisa dikatakan kalau pemikiran-pemikiran Kartini mulai berubah tentang perempuan. Baru setelah Kartini wafat, dari surat-surat itu, ada inisiatif dari Abendanon untuk mengumpulkan surat-surat yang pernah dikirim Kartini untuk teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya “Dari kegelapan menuju cahaya” atau umumnya kita lebih mengenal “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Pemikiran emansipasi perempuan menjadi daya tarik sendiri bagi kaum-kaum perempuan di tengah-tengah memperjuangkan keadilan. Konsep emansipasi perempuan harus bisa terlepas dari pengekangan yang bersifat merendahkan, kemudian harus bisa mengubah stigma masyarakat tentang kedudukan wanita di lingkungannya, baik sosial, hukum, politik, karier, dan lainnya. Emansipasi perempuan pada masa Kartini lebih dikerucutkan lagi pada keadilan perempuan untuk berpendidikan. Bisa dilihat dari surat-suratnya, ia tertarik menjadi kaum muda Eropa, kaum muda yang bebas menentukan eksistensi dan menentukan pilihannya masing-masing. Kaum wanita pada masanya, terutama di Jawa, pandangan Kartini diibaratkan sepeti dalam penjara yang terkungkung oleh adat istiadat pada saat itu. Lebih tepatnya terkurung adat istiadat Jawa yang menghambat kemajuan perempuan. Yang ia ingin, perempuan mempunyai kebebasan menuntut ilmu dan belajar, agar ia bisa mengembangkan diri dan menemukan siapa dirinya.
Mengapa Kartini diperingati hari kelahirannya sampai saat ini? Jawabannya adalah karena nilai-nilainya masih berkembang di era modern ini. Berkat Kartini, kaum-kaum perempuan bisa menikmati rasanya berpendidikan. Namun saat ini bukan hanya pendidikan yang menjadi dasar perempuan bergerak, tapi ada beberapa hal lain yang juga tidak kalah pentingnya, yaitu sinisme antar kaum perempuan sendiri. Terkadang perjuangan kaum feminisme terkendala oleh kaum perempuan itu sendiri. Hal itu tampak pada anggapan-anggapan miring masyarakat terhadap kaum feminisme, antara perempuan satu dengan perempuan lain tidak disadarkan pada niat untuk memperjuangkan keadilannya, melainkan sibuk menilai satu sama lain, itu yang harus diperhatikan. Selain itu konteks media informasi juga tidak kalah penting, topik pemberitaan mengenai perempuan harus bisa diselaraskan dan dibahasakan, jangan selalu memojokkan kaum perempuan. Yang berkembang saat ini adalah, ketika salah satu perempuan terkena kasus, maka topik yang diambil untuk diberitakan pasti menyudutkan pihak perempuan. Apalagi kalau sudah menyangkut tentang pelecehan dan sex.

***

Kartini memang banyak dikenal, baik dalam dunia pendidikan maupun dunia umum, karena Kartini merupakan tokoh kontemporer dibanding tokoh-tokoh lain. Selain Kartini, kita mengenal Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Mutia, Fatmawati dan tokoh perempuan lainnya. Entah kita kurang literasi atau kurang minat untuk belajar sejarah ataupun kurang menghargai tokoh-tokoh terdahulu yang tidak kalah pentingnya juga. Kita kurang diperkenalkan beberapa tokoh perempuan yang lahir dari Kerajaan, padahal dari kalangan Kerajaan banyak sekali menciptakan pemimpin perempuan yang tidak kalah hebatnya. Contoh saja yang gagah berani dari Jawa yaitu Ratu Kalinyamat. Ia seorang Raja perempuan yang bertempat tinggal di  Kalinyamat, suatu daerah di Jepara yang sampai sekarang masih ada. Kalinyamat kira-kira 18 kilo meter dari Jepara masuk ke pedalaman, di tepi jalan ke Jepara Kudus. Pada abad ke-16 Kalinyamat menjadi tempat kedudukan Raja-Raja di Jepara. 
Kalinyamat adalah nama suatu daerah yang juga dipakai sebagai nama penguasanya. Di kalangan bangsa Portugis, Ratu Kalinyamat merupakan sosok perempuan yang sangat pemberani. Bahkan referensi bersumber dari Portugis melukiskan Ratu Kalinyamat dengan nama lain yaitu De Kranige Dame atau seorang wanita yang gagah pemberani. Kebesaran Ratu Kalinyamat pernah ditulis oleh penulis asal Portugis bernama Diego de Couto sebagai Rainha de Jeparasenhora paderosa e rica yang mempunyai arti Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa di Jepara. Bagaimana bisa seorang perempuan dijadikan simbol kemudian dituliskan lagi dengan nama agung penuh apresiasi dari Negara lain kalau tidak ia memang membuat kesan bangsa tersebut. Jadi bisa dibayangkan bagaimana gagah beraninya Ratu Kalinyamat pada zaman dahulu. Seorang perempuan yang menjadi Ratu serta gagah berani melawan Portugis yang pada saat itu menindas Bangsa Indonesia.
Abad ke 16 adalah abad paling menonjol untuknya, masa kepemimpinan yang cemerlang. Ia mulai menonjol ketika ada perebutan tahta dalam keluarga Kesultanan Demak, sebab ia menjadi acuan dalam memutuskan permasalahan. Ia adalah seorang putri dari Raja Demak ketiga yaitu Sultan Trenggana, sedangkan Sultan Trenggana adalah putra dari Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak. Pada waktu itu ada tragedi politik yang menumpahkan korban banyak, terutama perebutan kekuasaan antara Arya Penangsang dengan Jaka Tingkir untuk menduduki tahta kerajaan Demak Bintara. Bukan hanya perpolitikan untuk menguasai Demak, namun ada juga strategi politik untuk membunuh Arya Penangsang, yang itu muncul dari pengikut Jaka Tingkir. Kematian Arya Penangsang bukan dibunuh Jaka Tingkir, melainkan dibunuh dengan strategi politik yang dimainkan Ki Ageng Pamenahan, sehingga seolah-olah Arya Penangsang dibunuh oleh Panembahan Senopati yang sekaligus anak angkat dari Ki Ageng Pamenahan sendiri, karena pada waktu itu, barang siapa yang bisa mengalahkan Arya Penangsang maka Jaka Tingkir akan memberikan hadiah berupa tanah Mataram. Itulah yang menjadi simbol transisi dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram.  
Imbasnya, Ratu Kalinyamat melakukan tapa bernama Tapa Wuda Sinjang Rambut, artinya ia melakukan tapa dengan tubuh telanjang. Tapa tersebut dilakukan olehnya karena protes terhadap kekerasan yang dilakukan oleh Arya Penangsang. Penyebabnya adalah, Sultan Hadiri suaminya dan saudara laki-lakinya bernama Sunan Prawata berhasil dibunuh Arya Penangsang hanya demi kepentingan politiknya. Namun di kalangan masyarakat, Tapa Wuda Sinjang Rambut ini masih menjadi perdebatan, artinya belum ada kesepakatan bahwa itu memang tapa telanjang atau hanya sebuah kiasan. Ia berjanji mau keluar dari tempat pertapaannya di Danaraja setelah Arya Penangsang mati terbunuh dan itu sudah negosiasikan dengan Jaka Tingkir, maka setelah Arya Penangsang mampu dikalahkan pasukan Jaka Tingkir, Ratu Kalinyamat bersedia keluar dan mengakhiri pertapaannya.
Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, Kalinyamat adalah nama gelar setelah ia dilantik menjadi penguasa Jepara. Penobatan ini ditandai dengan sengkalan tahun (candra sengkalaTrus Karya Tataning Bumi yang diperhitungkan sama dengan 10 April 1549. Jika mengambil sumber dari Portugis yang ditulis oleh Meilink-Roelofsz menyebutkan bahwa Jepara menjadi kota pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa dan memiliki armada laut yang besar dan kuat pada abad ke-16. Bukti lain yaitu sumber yang didapat dari musafir Portugis yang bernama Fernao Mendez Pinto (1510-1583), ia menerangkan ketika ia datang di Banten pada tahun 1544, datang lah utusan Raja Demak, seorang wanita bangsawan tinggi bernama Nyai Pombaya. Besar kemungkinan yang dimaksudkan adalah Ratu Pembayun (Ratu kalinyamat yang sebagai putri sulung Sultan Trenggana).
Ratu Kalinyamat merupakan sosok Raja perempuan Jawa yang sangat diperhitungkan keberadaannya. Jepara pada masa Ratu Kalinyamat mempunyai kualitas yang sangat berkembang pesat dari sebelumnya. Awal mula dari tindakan penyerahan diri yang ditandai dengan tapa, kemudian setelah dendamnya dibalas oleh Jaka Tingkir, akhirnya ia keluar menjadi pemimpin Jepara yang sangat gagah pemberani dan disegani para kalangan di kancah internasional. Dari sektor ekonomi, Ratu Kalinyamat mampu mengembalikan stabilitas ekonomi yang semula menurun karena Demak pada masa Adipati Unus mengalami kekalahan waktu melawan Malaka di laut, sehingga menyebabkan Jepara nyaris hancur, akan tetapi untungnya sektor ekonomi bagian laut bisa dikatakan masih stabil, namun tetap dalam perbaikan. Tapi setelah Ratu Kalinyamat beberapa tahun berkuasa, ia masif melakukan konsolidasi ekonomi, sehingga pada abad 16, perdagangan Jepara semakin membaik dari daerah seberang laut. Dari situ Ratu Kalinyamat bukan hanya terkenal menjadi penguasa politik, melainkan juga penguasa perdagangan.
Selain di bidang ekonomi, Ratu Kalinyamat pun bermain dalam bidang hubungan internasional. Hal itu dibuktikan dengan pada tahun 1550, Raja Johor mengirim surat kepada Ratu Kalinyamat dan mengajak untuk melakukan perang suci melawan Portugis yang saat itu kebetulan sedang lengah dan menderita berbagai macam kekurangan. Akhirnya Ratu Kalinyamat dengan Raja Johor berhasil menguasai Malaka dengan mengirim 200 buah kapal armada persekutuan Muslim, 40 buah di antaranya berasal dari Jepara. Armada itu membawa empat sampai lima ribu prajurit, dipimpin oleh seorang yang bergelar Sang Adipati. Sifat berani Ratu Kalinyamat ini tampak dalam perjuangannya yang gigih dalam menentang kekuasaan bangsa Portugis.
Ia adalah salah seorang Raja perempuan yang melakukan penyerangan dua kali kepada Portugis di Malaka, yaitu pada tahun 1551 dan tahun 1574. Banyak sekali hubungan diplomasi Jepara dalam bidang ekonomi, terutama di Ambon, Aceh dan kota-kota strategis laut kebanyakan. Selain hubungan ekonomi, ia juga tidak segan-segan dimintai tolong ketika ada suatu kerajaan yang sedang mengalami perselisihan konflik di wilayah kekuasaannya. Tidak hanya itu, pada tanggal (15/4/19) kemarin, Ratu Kalinyamat diusulkan menjadi pahlawan nasional. Seperti berita yang dilansir oleh (news.detik.com), dengan alasan bahwa Ratu Kalinyamat memiliki gagasan besar dalam poros maritim, karena ide-ide yang dicetuskan pada masanya, perihal tentang kemaritiman yang sudah melampaui zamannya.
Dua tokoh Jepara ini memiliki sumber nilai yang sangat bisa dibuat bahan belajar. Meskipun mereka terdapat dalam dimensi waktu yang berbeda, tapi yang diperjuangkan adalah bagaimana mendapatkan sesuatu dengan benar. Artinya seorang perempuan jangan hanya bisa berdiam diri pada kualitas diri yang stagnan, melainkan harus berkelanjutan. Tidak ada salahnya perempuan mengambil peran di segala bidang, karena memang ada yang bisa dikerjakan laki-laki, ada juga yang hanya bisa dikerjakan perempuan. Jadi hidup itu dinikmati dan saling melengkapi. Perempuan harus berjuang untuk apa yang ia mau. Sudah ada dua tokoh yang diilustrasikan di atas. Sebenarnya masih ada beberapa tokoh perempuan lain. Bahkan sebelum Ratu Kalinyamat pun ada pemimpin perempuan pada masa kerajaan Majapahit, ia dikenal dengan nama Tribuana Tungga Dewi Jaya Wisnu Wardani. Kemungkinan masih ada banyak lagi selain tokoh-tokoh tersebut. Tapi tetap keadaanlah yang membuat manusia itu berjuang, andai kita dihidupkan pada masa lampau dengan gambaran seperti itu, apakah kita mampu menjadi sosok-sosok seperti mereka, penuh teladan dan nilai perjuangan untuk kehidupan. Sebuah pertanyaan besar?




Lamongan, 23 Desember 2019


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...