Karakteristik Pelajar NU Beserta Gambarannya
Pelajar merupakan sebuah kata kerja terus menerus melakukan kegiatan, terutama dalam hal mencari ilmu dan pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak hanya dilakukan di lingkup pendidikan, namun adanya pengalaman-pengalaman maka ilmu akan diserap sendiri lalu menjadikannya pelajaran untuk melangkah ke depan. Pengetahuan akan menjadi ilmu jika pengetahuan tersebut diserap untuk dilakukan. Ilmu tidak pernah lupa, seperti halnya orang belajar bersepeda. Orang tidak mungkin lupa bagaimana cara menggunakan sepeda, bagaimana mengayuh pedal, bagaimana mengatur ritme kecepatan dan sebagainya. Sedangkan pengetahuan terletak ketika dia belum lihai mengendarai sepeda, pasti awal mulanya mencari tahu terlebih dahulu tentang sepeda, apa itu pedal, apa itu rem, apa itu ban dan onderdil lainnya. Pengetahuan bertugas sebagai langkah awal sebelum ilmu diinterpretasikan.
Menurut Sinolungan (1997) pengertian pelajar secara luas adalah setiap orang yang terlibat dengan proses pendidikan untuk memperoleh pengetahuan sepanjang hidupnya. Sedangkan dalam arti sempit, pelajar adalah setiap siswa yang belajar di sekolah. Sedangkan menurut Nasution (1995) belajar merupakan kegiatan mengumpulkan dan menanmbah sejumlah ilmu dan pengetahuan, sedangkan pelajar adalah pelakunya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pelajar adalah pelaku orang belajar. Artinya, batasan pelajar tidak dibatasi dalam lingkup pendidikan saja, melainkan ketika seseorang belajar, maka dia bisa dibilang pelajar.
Jadi pelajar merupakan kegiatan kerja untuk menambah wawasan, pengalaman, dan ilmu pengetahun. Identitas seorang pelajar adalah simbol tuntutan belajar di manapun, dalam kondisi apapun. Sebagai seorang pelajar dia harus bisa mengambil semuanya untuk dijadikan bahan pembelajaran. Apalagi pelajar NU. Ciri khas yang melekat bukan hanya pelajar, namun di belakangnya ada tambahan NU, Nahdhotul Ulama’. Organisasi terbesar di Indonesia, bahkan bisa terbilang di dunia. Dua identitas yang selalu kita bawa. Pelajar dan NU. Ibarat NU sudah melekat di jiwa para pelajar NU nya. Setiap tingkah laku, ucapan, perbuatan, dan sikap harus bisa mencerminkan jika pelajar NU punya kualitas baik seperti para sesepuh terdahulu. Berkat nilai dan ajaran yang diwariskan oleh beliau-beliau.
Tuntutan itu bukan hanya di dalam diri sendiri, melainkan ada di eksternal diri seorang pelajar. Terutama arus media semakin tak terkendalikan, arus informasi begitu cepat kita dapat. Di era sekarang pelajar harus bisa berpikir kritis, modern tapi tanpa meninggalkan kultural yang dimiliki NU, khususnya yang sudah kita dapat selama menjalani pengamalan nilai-nilai Ahlussunah Wal Jama’ah. Akulturasi budaya harus sepandai mungkin disaring mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang tidak sesuai dengan ajaran dan mana yang sesuai dengan ajaran. Acuannya bisa berpatokan pada apa saja yang selama ini sudah kita dapatkan, baik di dunia pendidikan atau pun organisasi. Mata harus pintar-pintar kita buka selebar mungkin agar kecakapan melihat sesuatu yang tidak pantas dapat kita hindari. Seluruh indra harus dipekakan agar segala macam yang menyerang tubuh mampu dinetralisir, sehingga hal-hal berbau negatif mampu dikendalikan dengan baik.
Pelajar tidak mungin bisa lepas teknologi. Kebutuhan terus menerus bertambah, daya konsumtif manusia semakin meningkat. Akibatnya teknologi dari sepanjang zamannya selalu memiliki peremkembangan bertahap-tahap, disesuaikan pada kebutuhan manusianya. Seperti pernyataan oleh Sardar (1987) teknologi merupakan sebuah sarana dalam memecahkan masalah yang mendasar dari setiap perdaban manusia. Tanpa adanya penggunaan teknologi, maka hal ini akan menyebabkan banyak masalah tidak bisa terpecahkan dengan baik dan sempurna. Sedangkan menurut Read Bain (1937) teknologi mencangkup semua alat, mesin, peralatan, perlengkapan, senjata, perumahan, pakaian, transportasi, dan komunikasi perangkat dan juga keterampilan yang akan memungkinkan kita sebagai manusia bisa memproduksinya.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasanya teknologi bukan hanya mencangkup pada alat, tapi teknologi akan berkembang terus menerus sesuai era yang ditempatinya. Perkembangan teknologi bisa dilihat dari sejarah perkembangannya, dari revolusi industri satu sampai dengan empat sekarang. Dimulai dari mesin uap diganti menjadi mesin kuda, kemudian berkembangnya listrik sampai ke teknologi internet.
Hoax Beserta Beberapa Cara Menanggulanginya
Internet mulai menguasai arus perkembangan manusia. Keluaran dari internet bisa dijumpai bentuknya pada media-media masa. Cetak maupun elektronik. Media cetak dulu digandrungi oleh banyak orang, contohnya koran. Di mana pada saat itu kondisi internet masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Sekarang arus media sudah berada di tangan media elektronik. Basis-basis cetak kebanyakan sudah beralih ke elektronik. Kabar-kabar berita pun mengikutinya. Alhasil, para pelajar dengan semangat belajarnya sesegera mungkin ingin mengetahui banyak hal yang belum mereka ketahui, dengan cepat informasi tersebut bisa diakses dengan mudah di media-media online. Apalagi arus komunikasi pada era milenial ini bisa dilihat kemajuannya yang sangat efisien untuk menunjang kegiatan belajar mereka.
Pembelajaran berbasis online sudah mendominasi sekarang. Bimbingan-bimbingan belajar mudah dijumpai serta meningkat dalam skala teknologinya. Anak sudah tidak perlu lagi susah payah berjumpa atau bertatap muka dengan gurunya. Sopan santun menjadi barang remeh sekarang. Sesama manusia mudah saling menjatuhkan. Antara guru dan murid seakan-akan rapuh sikap saling menghormatinya. Lewat teknologi mereka sudah lancar melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya. Materi-materi belajar dan bahan ajar sudah banyak dijumpai di internet-internet. Tinggal membuka alamatnya mereka sudah bisa mengambil materi tersebut dengan mudah.
Oleh karena itu pelajar NU harus sigap mengantisipasi hal-hal semacam itu. Kita jangan kaget ketika dihadapkan pada perkembangan zaman yang secepat ini. Pelajar NU harus seperti bebatuan di sungai yang airnya mengalir. Dia selalu dialiri air namun ia tidak akan pernah berlumut, tidak seperti batu pada air diam, batu pada air diam akan mudah berlumut dan lapuk. Artinya pelajar NU harus bisa berjalan, sekali-kali berlari agar mereka jangan sampai musnah dikalahkan berkembangnya zaman. Jika pelajar NU diam, maka tidak lama dia akan mudah terbawa oleh arus dan menjadikannya hilang tiada.
Bisa juga berkaca pada hari ini. Demokrasi seakan-akan dibuat bahan remeh. Pesta demokrasi diubah menjadi pesta pertengakaran. Karena kita berkembang dari teknologi beserta perangkatnya, maka Hoax adalah luaran negatifnya. Pengaplikasian teknologi internet mudah kita ambil dari sudut pandang di sekitar kita. Media sosial tempat manusia hidup menjadi wujud subtansial dari teknologi. Semakin menurun, di bawahnya masih ada hoax di mana-mana. Hoax menjadi makanan pokok sehari-hari. Bahkan sholat kita adalah hoax itu sendiri. Hoax merupakan semacam hasil tindakan pertengkaran dan permusuhan. Apalagi dalam soal pemilu, dua kubu saling serang, saling mencari kesalahan masing-masing lawan. Yang ditakutkan jika kesalahan itu tidak mereka temukan, maka tidak ada jalan lain kecuali memunculkan isu-isu hoax yang tidak ada tanggung jawab kebenarannya.
Di belakang hoax ada wacana yang mengikuti hoax itu berkembang. Hox adalah kepalsuan informasi serta pembodohan publik yang sulit dikendalikan. Pelajar NU harus bisa paham wacana apa yang beredar saat ini. Kapan informasi muncul dan pada saat apa dia muncul, bisa juga ditelisik kenapa sampai informasi itu bisa muncul. Dengan itu maka hoax agak sedikit mudah untuk ditanggulangi.
Dalam dunia penggunaan. Narkoba dan Sosial Media mengatakan jika penyebutan penggunanya disebut dengan sebutan pengguna. Memang antara narkoba dan sosial media didesain mempunyai daya adiktif sehingga penggunanya mempunyai daya kecanduan lebih tinggi. Sehari saja kita tidak memagang handphone rasanya sangat berat. Sehari saja kita tidak membuka pesan whatsapp rasanya hati menjadi risau. Itu salah satu pemicu adanya sifat adiktif yang terkandung di sosial media. Seolah-olah menjadi kebutuhan primer manusia, padahal cuma kebutuhan tersier manusia. Tapi seakan-akan manfaatnya dibentuk menjadi kebutuhan subtansial.
Ada beberapa macam cara untuk menanggulangi berita-berita hoax, di antaranya :
Literasi
Literasi merupakan salah satu cara menanggulangi hoax sejak dini. Pemahaman tentang literasi harus seyogyanya ditanamkan dari kecil. Sebab menurut Goody (1999) menjelaskan bahwa literasi adalah kemampuan untuk membaca dan menulis yang dilakukan seseorang dalam menggambarkan fenomena sosial secara ilmiah. Setidaknya pelajar NU harus mampu waspada dengan segala sumber wacana yang dihadapinya. Dengan literasi ini, wacana bisa diterjemahkan dengan mudah.
Budaya literat atau melek huruf bisa diartikan juga budaya melek buku. Wacana bisa diperoleh dari mana saja. Bahkan buku itu sendiri pun bisa berperan menjadi salah satu wacana. Karena tidak ada wacana itu fakta, dia hanya menjadi bayang-bayang hoax kenapa bisa muncul. Adanya wacana, para pelajar NU diusahakan selalu mawas diri. Jadi ketika berita hoax itu terbaca oleh kita, maka sikap berhati-hati itu sudah kita punya, sebab sebelumnya dalam pikiran kita telah mengantongi berbagai sumber referensi dari buku-buku yang sudah kita serap. Akhirnya berita tersebut mampu kita pilah-pilah kebenarannya.
Konsep Prasmanan
Prasmanan ini lumrah dijumpai pada saat ada pesta pernikahan atau kondangan. Para tamu undangan dipersilahkan mengambil makanan sendiri sesuka hati. Ada ayam, pecel, sambal, rujak, asinan dan lain-lain. Dari semua makanan tersebut tidak mungkin menjadi selera semua para tamu. Pasti dari salah satu tamu ada yang suka pecel, ada yang suka ayam, bahkan ada yang tidak suka keduanya. Konsep prasmanan ini bisa juga diterapkan untuk menanggulang hoax, pada cara pengambilannya. Ibarat makanan yang tersedia saat prasmanan adalah berita, tentunya ada yang hoax dan ada yang tidak.
Tidak mungkin juga tamu mengambil semua jenis makanan yang ada. Ada semacam kuasa tamu untuk mengambil salah satu yang mereka suka. Adapun berita juga seperti itu. Kita sebagai pelajar harus bisa menguasai informasi apapun yang masuk dalam diri kita. Cara efisiennya adalah menimbang manfaat dan tidaknya. Tidak semua berita bermanfaat. Selain itu, prioritas berita yang kita butuhkan juga bertindak sebagai pendukung ketika memilih informasi.
Klarifikasi
Tidak semua informasi atau berita yng kita terima adalah salah. Tentu ada kadar di mana informasi tersebut ada benarnya. Peran klarifikasi ini terletak pada saat informasi itu sudah diterima. Sebab dalam informasi apalagi dalam bentuk tulisan, orang yang membaca tidak mungkin mengerti bagaimana mimik atau ekspresi orang yang menulisnya, senang atau susah, bahagia atau sedih. Apalagi intonasi, tulisan yan kita baca semua berbentuk tulisan. Kita tidak mungin tahu ekspresi orang bagaimana serta intonasinya. Adanya klarifikasi ini untuk meminimalisir adanya permusuhan atau pertengkaran.
Jika memunkinkan untuk klarifikasi kepada orangnya, justru sangat dianjurkan sebab kita mengetahui fakta sebenarnya, yaitu orang yang menulis. Jadi fakta kebenaran dalam suatu informasi adalah orang yang membuat informasi itu. sedangkan teks yang kita baca hanyalah opini atau presepsi yang timbul dari kita sendiri yang membacanya.
Berorganisasi
Berorganisasi juga tak kalah penting untuk menanggulangi hoax. Beruntung seorang pelajar NU masih ada wadah yang menaungi mereka belajar berorganisasi di IPNU IPPNU. Banyak manfaat yang diperoleh dari berorganisasi. Di sana akan banyak pengalaman belajar. Kita dikumpulkan pada satu misi dan satu visi sama. Hubungannya dalam hoax adalah di sana di dalam berorganisasi pasti kita sering bertukar pikiran demi terlaksananya program-program kerja yang baik, tentunya untuk mencapai tujuan bersama.
Dari situ dapat dimanfaatkan untuk berdiskusi perihal informasi-informasi yang kita dapat. Dar diskusi nantinya akan banyak masukan pikiran yang diterima. Andai kata informasi yang kita terima adalah hoax, maka setidaknya dari diskusi tersebut kita sebagai pelajar NU mampu berltih berpikir, cara berpikir baik. semakin banyak masukan yang kita dapat tentunya semakin banyak pula pertimbangan-pertimbangan untuk memutuskan informasi itu baik atau buruk, salah atau benar.
Mendengarkan Ceramah-ceramah Ulama’ NU
Ini juga tidak kalah penting yaitu mendengarkan ceramah-ceramah ulama’ NU. Sebagai acuan jika ada suatu informasi yang kita tidak paham secara keilmuwan. Salah satu hoax bisa juga muncul akibat kita tidak paham suatu informasi kemudian menceritakannya ke orang. Kesalahan seperti itu memang sering muncul di akhir-akhir ini. Orang awam yang tidka paham masalah justru seolah-olah paham lalu menceritakannya ke orang banyak.
Akhirnya banyak orang sering mengonsumsi hoax beramai-ramai. Kita sebagai pelajar NU juga harus paham betul struktur kepengurusan orgnaisasi di NU. Di atas IPNU IPPNU masih para sesepuh, tetua-tetua NU yang notabennya mereka adalah orang ulama’, orang alim yang memang sudah fasih secara keilmuwan beragama. Oleh karena itu kita dalam NU sebagai anak sudah sepatutnya mendengar nasihat-nasihat yang disampaikan oleh beliau-beliau. Hal tersebut bisa menjadi salah satu cara untu menanggulangi informasi-informasi hoax, apalagi menyangkut perihal agama.
Beberapa indikator di atas merupakan beberapa cara menanggulangi hoax. Mungkin masih ada cara lain yang belum bisa disebutkan. Tapi pada intinya hoax adalah pembodohan publik. Kebenaran hoax tidak bisa kita pegang selama kita tidak bisa menemukan fakta sesunguhnya. Sedangkan fakta dari hoax adalah si pembuat hoax sendiri, dia yang memegang kebenaran atas hoax tersebut. Kita pelajar sebagai pembaca, hanya bisa belajar dan berlatih untuk menemukan kebenaran hoax itu.
Berusaha serta berlatih cara berpikir memang harus, sebab hoax sangat berbahaya jika dikonsumsi setiap hari.
Media masa atau teknologi adalah alat manusia untuk mempermudah segala sesuatu. Alat tidak pernah salah jika cara menggunakannya benar. Orang membunuh dengan pisau tidak mungkin pisau bisa disalahkan, namun kesalahan terletak pada penggunanya, justru manusia yang tidak menggunakannya dengan baik dan benar atau menyalah gunakan fungsinya.
Surabaya, 21 Februari 2019
Pelajar merupakan sebuah kata kerja terus menerus melakukan kegiatan, terutama dalam hal mencari ilmu dan pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak hanya dilakukan di lingkup pendidikan, namun adanya pengalaman-pengalaman maka ilmu akan diserap sendiri lalu menjadikannya pelajaran untuk melangkah ke depan. Pengetahuan akan menjadi ilmu jika pengetahuan tersebut diserap untuk dilakukan. Ilmu tidak pernah lupa, seperti halnya orang belajar bersepeda. Orang tidak mungkin lupa bagaimana cara menggunakan sepeda, bagaimana mengayuh pedal, bagaimana mengatur ritme kecepatan dan sebagainya. Sedangkan pengetahuan terletak ketika dia belum lihai mengendarai sepeda, pasti awal mulanya mencari tahu terlebih dahulu tentang sepeda, apa itu pedal, apa itu rem, apa itu ban dan onderdil lainnya. Pengetahuan bertugas sebagai langkah awal sebelum ilmu diinterpretasikan.
Menurut Sinolungan (1997) pengertian pelajar secara luas adalah setiap orang yang terlibat dengan proses pendidikan untuk memperoleh pengetahuan sepanjang hidupnya. Sedangkan dalam arti sempit, pelajar adalah setiap siswa yang belajar di sekolah. Sedangkan menurut Nasution (1995) belajar merupakan kegiatan mengumpulkan dan menanmbah sejumlah ilmu dan pengetahuan, sedangkan pelajar adalah pelakunya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pelajar adalah pelaku orang belajar. Artinya, batasan pelajar tidak dibatasi dalam lingkup pendidikan saja, melainkan ketika seseorang belajar, maka dia bisa dibilang pelajar.
Jadi pelajar merupakan kegiatan kerja untuk menambah wawasan, pengalaman, dan ilmu pengetahun. Identitas seorang pelajar adalah simbol tuntutan belajar di manapun, dalam kondisi apapun. Sebagai seorang pelajar dia harus bisa mengambil semuanya untuk dijadikan bahan pembelajaran. Apalagi pelajar NU. Ciri khas yang melekat bukan hanya pelajar, namun di belakangnya ada tambahan NU, Nahdhotul Ulama’. Organisasi terbesar di Indonesia, bahkan bisa terbilang di dunia. Dua identitas yang selalu kita bawa. Pelajar dan NU. Ibarat NU sudah melekat di jiwa para pelajar NU nya. Setiap tingkah laku, ucapan, perbuatan, dan sikap harus bisa mencerminkan jika pelajar NU punya kualitas baik seperti para sesepuh terdahulu. Berkat nilai dan ajaran yang diwariskan oleh beliau-beliau.
Tuntutan itu bukan hanya di dalam diri sendiri, melainkan ada di eksternal diri seorang pelajar. Terutama arus media semakin tak terkendalikan, arus informasi begitu cepat kita dapat. Di era sekarang pelajar harus bisa berpikir kritis, modern tapi tanpa meninggalkan kultural yang dimiliki NU, khususnya yang sudah kita dapat selama menjalani pengamalan nilai-nilai Ahlussunah Wal Jama’ah. Akulturasi budaya harus sepandai mungkin disaring mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang tidak sesuai dengan ajaran dan mana yang sesuai dengan ajaran. Acuannya bisa berpatokan pada apa saja yang selama ini sudah kita dapatkan, baik di dunia pendidikan atau pun organisasi. Mata harus pintar-pintar kita buka selebar mungkin agar kecakapan melihat sesuatu yang tidak pantas dapat kita hindari. Seluruh indra harus dipekakan agar segala macam yang menyerang tubuh mampu dinetralisir, sehingga hal-hal berbau negatif mampu dikendalikan dengan baik.
Pelajar tidak mungin bisa lepas teknologi. Kebutuhan terus menerus bertambah, daya konsumtif manusia semakin meningkat. Akibatnya teknologi dari sepanjang zamannya selalu memiliki peremkembangan bertahap-tahap, disesuaikan pada kebutuhan manusianya. Seperti pernyataan oleh Sardar (1987) teknologi merupakan sebuah sarana dalam memecahkan masalah yang mendasar dari setiap perdaban manusia. Tanpa adanya penggunaan teknologi, maka hal ini akan menyebabkan banyak masalah tidak bisa terpecahkan dengan baik dan sempurna. Sedangkan menurut Read Bain (1937) teknologi mencangkup semua alat, mesin, peralatan, perlengkapan, senjata, perumahan, pakaian, transportasi, dan komunikasi perangkat dan juga keterampilan yang akan memungkinkan kita sebagai manusia bisa memproduksinya.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasanya teknologi bukan hanya mencangkup pada alat, tapi teknologi akan berkembang terus menerus sesuai era yang ditempatinya. Perkembangan teknologi bisa dilihat dari sejarah perkembangannya, dari revolusi industri satu sampai dengan empat sekarang. Dimulai dari mesin uap diganti menjadi mesin kuda, kemudian berkembangnya listrik sampai ke teknologi internet.
Hoax Beserta Beberapa Cara Menanggulanginya
Internet mulai menguasai arus perkembangan manusia. Keluaran dari internet bisa dijumpai bentuknya pada media-media masa. Cetak maupun elektronik. Media cetak dulu digandrungi oleh banyak orang, contohnya koran. Di mana pada saat itu kondisi internet masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Sekarang arus media sudah berada di tangan media elektronik. Basis-basis cetak kebanyakan sudah beralih ke elektronik. Kabar-kabar berita pun mengikutinya. Alhasil, para pelajar dengan semangat belajarnya sesegera mungkin ingin mengetahui banyak hal yang belum mereka ketahui, dengan cepat informasi tersebut bisa diakses dengan mudah di media-media online. Apalagi arus komunikasi pada era milenial ini bisa dilihat kemajuannya yang sangat efisien untuk menunjang kegiatan belajar mereka.
Pembelajaran berbasis online sudah mendominasi sekarang. Bimbingan-bimbingan belajar mudah dijumpai serta meningkat dalam skala teknologinya. Anak sudah tidak perlu lagi susah payah berjumpa atau bertatap muka dengan gurunya. Sopan santun menjadi barang remeh sekarang. Sesama manusia mudah saling menjatuhkan. Antara guru dan murid seakan-akan rapuh sikap saling menghormatinya. Lewat teknologi mereka sudah lancar melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya. Materi-materi belajar dan bahan ajar sudah banyak dijumpai di internet-internet. Tinggal membuka alamatnya mereka sudah bisa mengambil materi tersebut dengan mudah.
Oleh karena itu pelajar NU harus sigap mengantisipasi hal-hal semacam itu. Kita jangan kaget ketika dihadapkan pada perkembangan zaman yang secepat ini. Pelajar NU harus seperti bebatuan di sungai yang airnya mengalir. Dia selalu dialiri air namun ia tidak akan pernah berlumut, tidak seperti batu pada air diam, batu pada air diam akan mudah berlumut dan lapuk. Artinya pelajar NU harus bisa berjalan, sekali-kali berlari agar mereka jangan sampai musnah dikalahkan berkembangnya zaman. Jika pelajar NU diam, maka tidak lama dia akan mudah terbawa oleh arus dan menjadikannya hilang tiada.
Bisa juga berkaca pada hari ini. Demokrasi seakan-akan dibuat bahan remeh. Pesta demokrasi diubah menjadi pesta pertengakaran. Karena kita berkembang dari teknologi beserta perangkatnya, maka Hoax adalah luaran negatifnya. Pengaplikasian teknologi internet mudah kita ambil dari sudut pandang di sekitar kita. Media sosial tempat manusia hidup menjadi wujud subtansial dari teknologi. Semakin menurun, di bawahnya masih ada hoax di mana-mana. Hoax menjadi makanan pokok sehari-hari. Bahkan sholat kita adalah hoax itu sendiri. Hoax merupakan semacam hasil tindakan pertengkaran dan permusuhan. Apalagi dalam soal pemilu, dua kubu saling serang, saling mencari kesalahan masing-masing lawan. Yang ditakutkan jika kesalahan itu tidak mereka temukan, maka tidak ada jalan lain kecuali memunculkan isu-isu hoax yang tidak ada tanggung jawab kebenarannya.
Di belakang hoax ada wacana yang mengikuti hoax itu berkembang. Hox adalah kepalsuan informasi serta pembodohan publik yang sulit dikendalikan. Pelajar NU harus bisa paham wacana apa yang beredar saat ini. Kapan informasi muncul dan pada saat apa dia muncul, bisa juga ditelisik kenapa sampai informasi itu bisa muncul. Dengan itu maka hoax agak sedikit mudah untuk ditanggulangi.
Dalam dunia penggunaan. Narkoba dan Sosial Media mengatakan jika penyebutan penggunanya disebut dengan sebutan pengguna. Memang antara narkoba dan sosial media didesain mempunyai daya adiktif sehingga penggunanya mempunyai daya kecanduan lebih tinggi. Sehari saja kita tidak memagang handphone rasanya sangat berat. Sehari saja kita tidak membuka pesan whatsapp rasanya hati menjadi risau. Itu salah satu pemicu adanya sifat adiktif yang terkandung di sosial media. Seolah-olah menjadi kebutuhan primer manusia, padahal cuma kebutuhan tersier manusia. Tapi seakan-akan manfaatnya dibentuk menjadi kebutuhan subtansial.
Ada beberapa macam cara untuk menanggulangi berita-berita hoax, di antaranya :
Literasi
Literasi merupakan salah satu cara menanggulangi hoax sejak dini. Pemahaman tentang literasi harus seyogyanya ditanamkan dari kecil. Sebab menurut Goody (1999) menjelaskan bahwa literasi adalah kemampuan untuk membaca dan menulis yang dilakukan seseorang dalam menggambarkan fenomena sosial secara ilmiah. Setidaknya pelajar NU harus mampu waspada dengan segala sumber wacana yang dihadapinya. Dengan literasi ini, wacana bisa diterjemahkan dengan mudah.
Budaya literat atau melek huruf bisa diartikan juga budaya melek buku. Wacana bisa diperoleh dari mana saja. Bahkan buku itu sendiri pun bisa berperan menjadi salah satu wacana. Karena tidak ada wacana itu fakta, dia hanya menjadi bayang-bayang hoax kenapa bisa muncul. Adanya wacana, para pelajar NU diusahakan selalu mawas diri. Jadi ketika berita hoax itu terbaca oleh kita, maka sikap berhati-hati itu sudah kita punya, sebab sebelumnya dalam pikiran kita telah mengantongi berbagai sumber referensi dari buku-buku yang sudah kita serap. Akhirnya berita tersebut mampu kita pilah-pilah kebenarannya.
Konsep Prasmanan
Prasmanan ini lumrah dijumpai pada saat ada pesta pernikahan atau kondangan. Para tamu undangan dipersilahkan mengambil makanan sendiri sesuka hati. Ada ayam, pecel, sambal, rujak, asinan dan lain-lain. Dari semua makanan tersebut tidak mungkin menjadi selera semua para tamu. Pasti dari salah satu tamu ada yang suka pecel, ada yang suka ayam, bahkan ada yang tidak suka keduanya. Konsep prasmanan ini bisa juga diterapkan untuk menanggulang hoax, pada cara pengambilannya. Ibarat makanan yang tersedia saat prasmanan adalah berita, tentunya ada yang hoax dan ada yang tidak.
Tidak mungkin juga tamu mengambil semua jenis makanan yang ada. Ada semacam kuasa tamu untuk mengambil salah satu yang mereka suka. Adapun berita juga seperti itu. Kita sebagai pelajar harus bisa menguasai informasi apapun yang masuk dalam diri kita. Cara efisiennya adalah menimbang manfaat dan tidaknya. Tidak semua berita bermanfaat. Selain itu, prioritas berita yang kita butuhkan juga bertindak sebagai pendukung ketika memilih informasi.
Klarifikasi
Tidak semua informasi atau berita yng kita terima adalah salah. Tentu ada kadar di mana informasi tersebut ada benarnya. Peran klarifikasi ini terletak pada saat informasi itu sudah diterima. Sebab dalam informasi apalagi dalam bentuk tulisan, orang yang membaca tidak mungkin mengerti bagaimana mimik atau ekspresi orang yang menulisnya, senang atau susah, bahagia atau sedih. Apalagi intonasi, tulisan yan kita baca semua berbentuk tulisan. Kita tidak mungin tahu ekspresi orang bagaimana serta intonasinya. Adanya klarifikasi ini untuk meminimalisir adanya permusuhan atau pertengkaran.
Jika memunkinkan untuk klarifikasi kepada orangnya, justru sangat dianjurkan sebab kita mengetahui fakta sebenarnya, yaitu orang yang menulis. Jadi fakta kebenaran dalam suatu informasi adalah orang yang membuat informasi itu. sedangkan teks yang kita baca hanyalah opini atau presepsi yang timbul dari kita sendiri yang membacanya.
Berorganisasi
Berorganisasi juga tak kalah penting untuk menanggulangi hoax. Beruntung seorang pelajar NU masih ada wadah yang menaungi mereka belajar berorganisasi di IPNU IPPNU. Banyak manfaat yang diperoleh dari berorganisasi. Di sana akan banyak pengalaman belajar. Kita dikumpulkan pada satu misi dan satu visi sama. Hubungannya dalam hoax adalah di sana di dalam berorganisasi pasti kita sering bertukar pikiran demi terlaksananya program-program kerja yang baik, tentunya untuk mencapai tujuan bersama.
Dari situ dapat dimanfaatkan untuk berdiskusi perihal informasi-informasi yang kita dapat. Dar diskusi nantinya akan banyak masukan pikiran yang diterima. Andai kata informasi yang kita terima adalah hoax, maka setidaknya dari diskusi tersebut kita sebagai pelajar NU mampu berltih berpikir, cara berpikir baik. semakin banyak masukan yang kita dapat tentunya semakin banyak pula pertimbangan-pertimbangan untuk memutuskan informasi itu baik atau buruk, salah atau benar.
Mendengarkan Ceramah-ceramah Ulama’ NU
Ini juga tidak kalah penting yaitu mendengarkan ceramah-ceramah ulama’ NU. Sebagai acuan jika ada suatu informasi yang kita tidak paham secara keilmuwan. Salah satu hoax bisa juga muncul akibat kita tidak paham suatu informasi kemudian menceritakannya ke orang. Kesalahan seperti itu memang sering muncul di akhir-akhir ini. Orang awam yang tidka paham masalah justru seolah-olah paham lalu menceritakannya ke orang banyak.
Akhirnya banyak orang sering mengonsumsi hoax beramai-ramai. Kita sebagai pelajar NU juga harus paham betul struktur kepengurusan orgnaisasi di NU. Di atas IPNU IPPNU masih para sesepuh, tetua-tetua NU yang notabennya mereka adalah orang ulama’, orang alim yang memang sudah fasih secara keilmuwan beragama. Oleh karena itu kita dalam NU sebagai anak sudah sepatutnya mendengar nasihat-nasihat yang disampaikan oleh beliau-beliau. Hal tersebut bisa menjadi salah satu cara untu menanggulangi informasi-informasi hoax, apalagi menyangkut perihal agama.
Beberapa indikator di atas merupakan beberapa cara menanggulangi hoax. Mungkin masih ada cara lain yang belum bisa disebutkan. Tapi pada intinya hoax adalah pembodohan publik. Kebenaran hoax tidak bisa kita pegang selama kita tidak bisa menemukan fakta sesunguhnya. Sedangkan fakta dari hoax adalah si pembuat hoax sendiri, dia yang memegang kebenaran atas hoax tersebut. Kita pelajar sebagai pembaca, hanya bisa belajar dan berlatih untuk menemukan kebenaran hoax itu.
Berusaha serta berlatih cara berpikir memang harus, sebab hoax sangat berbahaya jika dikonsumsi setiap hari.
Media masa atau teknologi adalah alat manusia untuk mempermudah segala sesuatu. Alat tidak pernah salah jika cara menggunakannya benar. Orang membunuh dengan pisau tidak mungkin pisau bisa disalahkan, namun kesalahan terletak pada penggunanya, justru manusia yang tidak menggunakannya dengan baik dan benar atau menyalah gunakan fungsinya.
Surabaya, 21 Februari 2019
Komentar
Posting Komentar