Keterkaitan antara bangsa dan kemerdekaan merupakan sebuah tali yang terhubung sangat kuat. Di mana bangsa yang diakui adalah bangsa merdeka. Merdeka dari apapun termasuk segala jenis penindasan, penekanan, dan intervensi dari pihak luar. Indonesia merupakan negara berasas persatuan yang terdiri dari beberapa unsur perebedaan, namun disatukan dengan Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu jua. Jika ditarik ke belakang, dilihat dari cara pandang historisnya, negara Indonesia didirikan oleh pahlawan-pahlawan kita dari berbagai unsur daerah, berbagai suku, dan berbagai karakter, kemudian membentuk kesepakatan berupa sistem negara.. Lalu apa untungnya dengan adanya perbedaan?.
Manusia yang mendiami suatu negara merupakan warga negara yang dibentuk dari proses panjang. Di mulai dari pembentukan komunal masyarakatnya, lalu diiringi adanya kultur sosial rakyatnya yang sangat tinggi. Seharusnya harga perbedaan itu menjadi poin penting yang harus dijunjung, disimpan serta diamalkan sebagai nilai utama masyarakat Indonesia. Karena tidak menutup kemungkinan setiap masing-masing negara mempunya karakter sendiri-sendiri. Oleh karena itu, perbedaan bisa dijadikan bukti jika kita warga negara indonesia mempunyai harga tinggi yang tidak bisa dipandang sebelah mata, yaitu nilai sosial tinggi.
Rakyat merupakan orang yang mendiami negara. Mereka dilindungi oleh negara, secara asasi dan hukumnya. Analoginya, negara membentuk struktur pagar-pagar besar pelindung warga negaranya. Jika sudah bocor sedikit saja, maka tidak menutup kemungkinan pagar akan runtuh sedikit demi sedikit, berlubang perlahan-lahan, dan retak pelan-pelan. Lubang itu membuat negara-negara lain dengan mudah mengintip kekurangan bangsa ini. Sehingga mereka para pihak-pihak luar paham bagaimana gambaran agar bisa masuk ke dalamnya, merusak sistem yang ada, dan merusak nilai-nilai yang sudah di tanam.
Seperti penelitian yang dilansir oleh katadata.com mengenai banyaknya investor-investor asing yang masuk di Indonesia. Justru hal tersebut didukung dengan beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pada tahun 2018, realisasi investasi didominasi oleh Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 56 persen, sedangkan 46 persennya diisi oleh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sedangkan menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Penananaman Modal Asing (PMA) yang masuk ke Indonesia mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Per Desember 2018, total PMA naik mencapai Rp. 392,7 triliun atau naik sekitar 28 persen dibandingkan 2014 sebesar Rp. 307 triliun. Investasi-investasi tersebut kebanyakan larinya di unsur vital yang dimiliki Indonesia, khusunya di listrik, gas , dan air.
Sudah bisa dilihat secara seksama, bahkan mungkin kita juga bisa merasakan kondisi yang ada di sekitar. Sudah berapa banyak penanam modal di lingkungan kita, kemudian berapa banyak pekerja-pekerja asing yang mendiami di suatu kota industri. Tentu hal seperti itu bisa kita nilai sendiri. Meruat atau merawat kebangsaan adalah merawat persatuan, merawat nilai-nilai sosial kebhinekaan. Meskipun kita lahir dari budaya serta kultur sosial berbeda, tapi ada satu persamaan yang wajib kita jadikan sebagai pedoman, sebagai landasan untuk kita hidup bernegara yaitu sikap saling menjaga.
Kalau mengambil terminologi lain yaitu negara adalah sebuah taman, maka secara oromatis kita harus merawat dan menjaga agar menjadi subur dan nampak indah. Batas-batasnya kita yang memagari agar hewan-hewan perusak tidak memakan bahkan sampai merampas bunga-bunga segar nan indah yang sudah kita pupuk selama ini. Tidak ada salahnya membatasai apa yang kita punya selama maksud dan tujuannya adalah melindungi. Tapi coba kita luaskan corak pandang kita saat ini. Sudah sekuat apa kita menjaga. Kita berkelompok, bersuku, berpaham sama tapi kerusakan-kerusakan itu masih menjadi perhitungan yang wajib kita teliti.
Di dalam konsep peperangan, salah satu cara mengalahkan musuh adalah bagaimana kita paham musih kita sendiri, dimulai dari karakter, sifat, dan strategi yang mereka gunakan. Namun hari ini kita sama sekali mengabaikan hal tersebut, di mana kita diserang dengan senjata berbeda dan lewat jalur yang beda pula. Ibarat kita menjaga benteng, mereka menyerang tidak langsung menghancurkan benteng, namun mereka menyerang lewat udara dan sama sekali kita tidak tahu. Bahkan kapan dan dari mana kita diserang sampai diintervensi pun kita masih kebingungan.
Secara spesifiknya seperti ini, apa tolok ukur kemerdekaan suatu bangsa? Apa sudah bisa kita rasakan sampai detik ini. Permasalahan bangsa tidak akan pernah selesai kalau kita terus menerus berpikir untuk menyelesaikannya. Mungkin salah satu cara menyatukan benang yang semrawut ini adalah metodenya kembali lagi ke diri kita masing-masing. Kita sudah sering merasakan dan memperingati berkali-kali kemerdekaan. Sudah banyak nilai-nilai dari kemerdekaan yang bisa kita ambil. Tinggal penyelesaiannya, apakah kita sudah selesai?.
Terkadang kita sibuk mengkritik di mana-mana dengan dalih intelektual yang kita punya, namun pernah tidak kita bertanya ke diri kita sendiri, sudahkan kita bermanfaat untuk di sekeliling kita. Minimal keluarga, minimal lagi RT, RW, kampung sampai kelurahan. Cara berpikir manfaat untuk bangsa itu terlalu luas. Buat pergerakan secara mandiri terlebih dahulu, setelah itu komunal, lalu merembet ke lebih luas lagi. Intinya pada kebermanfaatan. Salah satu tanda kalau manusia itu bermanfaat mungkin bisa dilihat pada rasa saling membutuhkan antara kita sendiri dengan seseorang di sekitar. Kita hadir harus membawa kemenangan, kedamaian, dan ketentraman. Jika dalam lingkup kecil, khususnya diri kita sendiri masih belum bisa membuat pergerakan, hidup kita masih belum teratur, kamar tidur kita masih kotor. Maka kemungkinan dari dalam diri kita sendiri bermasalah. Sebab pergerakan adalah dobrakannya ke dalam, jalannya keluar, wilayah sosial kita yang merasakan. Setidaknya merawat bangsa lewat momen kemerdekaan adalah merawat diri dengan kesadaran.
Probolinggo, 24 Juli 2019
Komentar
Posting Komentar