Langsung ke konten utama

MELIRIK NASI BORAN SEBAGAI KOMODITAS MAKANAN KOTA LAMONGAN JUGA SEBAGAI SUMBER NILAI DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERMASYARAKAT

Daerah Lamongan merupakan sebuah kota kecil di provinsi Jawa Timur. Banyak orang mengenal Lamongan ketika sudah disinggung mengenai makanannya yaitu soto. Di jajaran kota manapun, soto merupakan makanan identik dari kota ini. Meskipun setiap kota atau daerah mempunyai soto khas sesuai derahnya, akan tetapi Soto Lamongan ini mempunyai karakter rasa khas yang mampu membuat lidah orang ketagihan ketika mencobanya. Itu salah satu makanan khas berkategori umum. Ada juga makanan khas yang memang dimiliki oleh Kota Lamongan dan kota lain tidak mempunyai makanan tersebut, yaitu Nasi Boran. Orang kalau belum mengenal Boran pasti mengira jika boran adalah sebuah wadah terbuat dari untaian bambu yang berguna sebagai tempat nasi. Memang seperti itu nyatanya. Kalau kalian melewati jalanan sepanjang Kota Lamongan, pasti kalian tidak asing dengan orang jualan di sekitar trotoar jalan raya. Mereka jualan dengan berjejer secara rangkap, hanya berjarak sekian meter antara penjual satu dengan yang lain. Tapi dari situ bisa dinilai bagaimana guyup rukunnya penjual boran di Lamongan. Mereka saling membantu satu sama lain, ketika ada yang kurang, mereka turut membantu dalam hal melayani pembelinya.

Kalau dari segi sosialnya, kehidupan seperti itu cocok digunakan untuk merefleksikan kehidupan bernegara saat ini. Di mana orang saling mencela satu sama lain. Orang saling menghina kelemahan orang lain. Jika diambil dari sisi kehidupan boran ini, dengan tangan yang berbeda, orang yang berbeda, bahkan sampai ciri khas masakan yang berbeda, mereka saling melengkapi dan mendukung tanpa ada perselisihan di antara mereka. Sampai saat ini belum ada kabar mengatakan kalau di antara penjual boran saling bertengkar untuk merebut pelanggannya. Kalau boleh usul, mungkin negara harus belajar dari para penjual Boran ini, meskipun situasi politik yang sedang memanas. Para pejabat elit politik saling menonjolkan kemampuannya. Tapi mereka harus berkaca dari para penjual ini, bahwa setiap makanan yang dibuat manusia pasti sedikit banyaknya memilki ciri khas yang berbeda-beda. Tidak perlu malu untuk belajar kepada siapapun dan apapun, ketika sesuatu sudah mencerminkan nilai, setidaknya itu bisa dibuat sebagai bahan pembelajaran.

Konon katanya, penjual boran ini bukan penjual baru seperti biasanya. Identik yang menjual boran ini merupakan para ibu-ibu yang usianya sudah menginjak kepala tua. Karena makanan boran adalah makanan yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Orang yang tidak punya keturunan penjual boran, maka boranya tidak seenak boran yang dijual oleh orang yang memang keturunan penjual boran. Dapat diambil kesimpulan bahwa nilai-nilai boran ini memang sudah terlukis dari dahulu, mulai dari nilai kerukunannya dan gotong royongnya. Jadi tidak salah kemungkinan, para penjual dan cara segi penjualanya ini merupakan sumber nilai yang bisa banyak diambil manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, baik bernegara maupun bermasyarakat.

Jika disimulasikan dalam kehidupan perpolitikan negara, antara penjual nasi boran ini adalah partai politik yang saling berjejeran, sedangkan tujuannya adalah melayani rakyat. Rakyat ini sebagai pembelinya. Mereka saling berjejeran, saling pandang memandang, saling mempunyai tujuan dan visi misi yang sama yaitu bagaimana melayani pembeli atau rakyat dengan sebaik-baiknya. Apa yang ditawarkan sama, yang membuat beda adalah jalannya untuk mencapai tujuan tersebut. Padahal dengan perbedaan itu, seharusnya harus bisa saling melengkapi, ada kalanya yang mereka lakukan tidak bisa dilakukan oleh parpol yang lain, begitupun sebaliknya. Sudah sepantasnya mereka saling melengkapi, membantu dan bergotong royong untuk mencapai tujuan yang sama. Hanya kepentingan yang mampu membuat mereka saling menghina, menyalahkan, mengejek satu sama lain. Tentunya bukan kepetingan bersama, melainkan kepentingan secara pribadi ataupun golongan.

Adapun untuk ciri khas dari makanannya sendiri adalah boran memilki lauk yang sangat beragam, di antaranya daging ayam, jeroan, ikan bandeng, telur dadar, telur asin dan tahu tempe. Ada lauk yang tidak bisa ditemukan di makanan lain yaitu ikan sili, ikan sili ini merupakan ikan musiman yang harganya sedikit lebih mahal dengan lauk lainnya. Ikan sili adalah ikan khas air tawar yang hanya ditemukan hidup liar di rawa-rawa. Kemudian ada pelengkap lain yang bisa dilihat dalam makanan ini, yaitu gimbal empuk dan pletuk. Gimbal empuk merupakan makanan berbetuk bulat yang dibuat dari tepung terigu dan bumbu lain yang rasanya gurih. Sedangkan pletuk adalah kacang kedelai yang disangrai dan di tumbuk halus. kemudian lauk pauk tersebut ditambahhan sambal pedas merah yang terbuat dari rempah-rempah khusus sehingga menambah cita rasa dari makanan ini.

Penyajiannya pun menggunakan daun pisang dan kertas yang dibentuk kerucut. Kemudian nasi dan lauknya ditaruh di dalam wadah tersebut. Cita rasa makanan ini tidak kalah dengan yang lain, rempah-rempah yang sudah dicampur menjadi bumbu merah pedas menjadi pembeda, serta ada parutan kelapa di dalamnya bisa menambah kelezatan pada Nasi Boran ini. oleh karena itu makanan khas Boran ini sulit atau tidak akan ditemui di kota-kota lain, karena memang hanya ada di Kota Lamongan, baik itu borannya sendiri maupun para penjualnya. Mungkin hanya ada satu dua orang saja yang bisa mengembangkan makanan ini di luar daerah Lamongan.

Dengan penjelasan karakteristik Nasi Boran tersebut, sangat disayangkan jika banyak orang yang masih minim pengetahuan tentang nasi boran. Padahal jika dikaji secara nilai keluhuran sosial dan rasanya, boran ini bisa menjadi pesaing dengan makanan-makanan lain. Keadaan sekarang banyak orang-orang khususnya anak muda yang kurang mengenal apa yang khas di daerahnya, terutama makanan Boran ini. Dengan adanya media sosial dan teknologi yang seba canggih, diharapkan mampu lebih mengenalkan Boran sebagai makanan kuliner khas dari Lamongan yang mampu meluas dan bisa dinikmati oleh masyarakat luas bukan hanya masyarakat terkhusus Lamongan.

Pemerintah daerah seharusnya bangga mempunyai makanan berciri khas seperti boran tersebut, peran pemerintah diusahakan mampu memfasilitasi para masyarakatnya agar terus selalu mengembangkan apa yang menjadi ciri khas di daerahnya. Para penjual dan anak mudanya pun tidak perlu malu ketika ingin memobilisasi makanan ini. Sudah sepatutnya kita harus bisa bangga dengan hal-hal seperti itu. Orang sekarang lebih mengenal makanan-makanan khas dari barat, tapi mereka lupa dengan makanan khas dari daerahnya sendiri. Jangan lupa, makanan khas Indonesia yaitu rendang saja bisa menjadi salah satu makanan terenak di dunia, kenapa Boran tidak bisa. Dengan Boran diharapkan mampu lebih memperkenalkan Kota Lamongan ke kanca dunia. Jadikan Boran sebagai media untuk memperluas pengetahuan masyarakat tentang Lamongan. Mari dengan fasilitas teknologi ini kita bumikan apa yang menjadi karakter dari Kota Lamongan ke seluruh masyarakat luas, khususnya adalah Boran yang menjadi makanan ciri khas kita sebagai warga Kota Lamongan.


Lamongan, Agustus 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...