Langsung ke konten utama

GELOMBANG PERSAUDARAAN

Kapan hari saya di Surabaya membaca tulisan Emha Ainun Najib yang berisi tentang saudara, sontak saya teringat tentang keluarga dirumah. Keteringatan itu yang paling sering muncul adalah salah satu saudara laki-laki yang setingkat lebih tua satu tahun dari pada saya. saya teringat tentang hal itu ternyata bukan main-main. Sungguh aneh juga jika kalian bisa menganalisis sikap keluarga saya, kakak-kakak saya bahkan saudaraku yang satu ini. Saya mempunyai saudara enam orang, empat laki-laki dengan saya dan dua perempuan. Kalau kalian mempelajari sistem rotasi di dalam keluargaku, pasti disana kalian pasti akan menemukan dua gelombang yang berbeda. Gelombang itu berbentuk sikap, watak, sosial, perilaku, dan jaringan komunikasi. Gelombang yang pertama, satu kakak perempuan dan dua kakak laki-laki.

Konon ceritanya, gelombang pertama ini mempunyai struktur persaudaraan yang teratur baik. Bisa dilihat dari cara mengayominya antar saudara. Saling membantu dan rukun. Meskipun waktu itu umur mereka bisa dibilang masih kecil. Dismaping juga dengan keadaan ekonomi keluarga yang berkecukupan, mereka bisa hidup saling pengertian. Bisa dibilang masa kecil mereka perselisihan antar saudara sangat kurang. Waktu mereka menginjak dewasa pun mereka cukup disiplin dalam menjaga pengertian. Namun anehnya ada salah satu dari mereka yang tidak mencerminkan sikapnya ketika kecil. Kalau aku ingat-ingat, problem saudaraku itu tidak berasal dari internal keluarga. Keluargaku terkenal keturunan baik-baik. Kalau dilihat dari hubungan sesama keluarga, dia sangat baik dalam mengatur proses kekeluargaannya.

Saudaraku pertama hanya bercerita tentang bagaimana sulitnya dia mendapatkan satu batang rokok, kekecewaannya semakin menjadi-jadi saat dia mau melamar kerja kemana-mana tidak ada yang mau menerimanya. Kekecwaan seperti itu menurutku sangatlah wajar. Kekecewaan rakyat terhadap pemerintahnya sendiri. Yang menjadi ketidak wajaran yaitu pada saat masalah eksternal dibawa-bawa ke rana internal rumah tangga. Bukan hanya melawan, bahakan dia juga bingung, kalau melawan terus yang dilawan siapa. Dia merasa tidak punya andil dalam mengatur sisitem kenegaraan dalam lingkup usaha negara. Negara tugasnya memberi makan rakyatnya, tapi ini rakyatnya kelaparan kok malah di iming-imingi. Kan aneh negara ini. Rakyat yang tidak bisa membayar listrik kok malah kena denda, kan seharusnya negara turut andil membantu kesusahan rakyatnya dalam bentuk apapun. Tapi rakyat susah kok di denda.



***


Akibat kemarahannya pada negara, keluargalah yang menjadi tempat curahannya. Ketika mulutnya yang sudah tak sabar lagi menghisap asap rokok yang sangat-sangat nikmat, dan uang yang tak pernah mau medukung dengan keadaannya. Alhasil barang rumah lah yang dicuri kemudian dia jual. Padahal barang ruamah adalah barangnya, dari segi yang terkecil dari rumah pun itu miliknya, tapi dia tidak merasa sedikit memiliki. Bisa dibilang ini merupakan cerminan sikap penguasa. Ketika uang tidak mencukupi sakunya, materi tidak mencukupi finansialnya dan anggaran tidak mencukupi kebutuhannya, maka barang rumah tangganya sendiri pun dijual nya ke orang lain. Entah aku juga kurang mengetahuinya, mereka sadar atau tidak sudah memakan hartanya sendiri bahkan dia menjual barang itu dengan sadar.

Kebenaran dan kesalahan di suatu tindakan tidak menjadi sebuah analisis mendalam bagi saudaraku. Saya juga bingung menilai dia. Apa yang saya pikir salah, bisa benar menurutnya, sedangkan apa yang saya pikir benar, justru bisa salah atas sesuai dengan konsep berfikirnya. Apa yang terasa benar menurutnya, terkadang bisa salah menurut orang banyak. Itu merupakan suatu perwujudan ketidakdewasaan atau kesalahan bergaul di lingkungan sosialnya.  Memang Allah memberi fadhilah kepada setiap hambanya berbeda-beda. Tidak melebihi siapapun dan mengurangi siapapun.

Selanjutnya yaitu persaudaraan gelombang dua, sama halnya dengan gelombang pertama. Suatu hal yang pertama, seharusnya menjadi cerminan ke suatu hal yang ke dua. Ini berbeda dengan situasi dan kondisi yang saya alami. Saya termasuk berada di gelombang yang ke dua. Waktu yang membedakan antara gelombang ini, waktu lah yang menjadi ciri kahas perbedaan yang sangat signifikan terlihat di gelombang ke dua ini. Jika di lihat semasa kecilnya, mereka anak yang berada di gelombang ke dua ini, bisa dikatakan persis dengan perilaku gelombang pertama. Contoh sikap tolong menolong dan kerukunan untuk hidup bersaudara. Namun anehnya, entah virus apa yang menyerang di gelombang ke dua. Mereka tidak bisa menjaga tradisi tersebut. Lunturnya sikap persaudaraan, lambat waktu semakin memudar. Mungkin kegengsian itulah yang menyebabkan mereka bersikap individualis.


***


Keanehan yang ditampakkan di gelombang ke dua ini sangat begitu jelas, mereka mempunyai tingkat kenakalan yang berbeda-beda. Kalau cerminan dari gelombang ke dua adalah di gelombang pertama. Karena di setiap gelombang, pasti mempunyai satu kordinator yang berbeda. Saya hanya bisa mengambil satu contoh yang paling dominan di antara gelombang dua ini, maksud saya bukan saya merasa lebih baik. Tapi saya mengambil yang paling jelas tampak di lingkungan sosial. Kenakalan disetiap gelombang persaudaraanku ini berbeda, yang pertama, dia tidak bisa membeli rokok, sehingga dia mencuri barang rumah tangganya atau barangnya sendiri untuk dijual ke orang lain, sedangkan yang ke dua ini cukup jelas dan jelas terlihat, karena dia mempunyai barang sendiri dan merusaknya. Aku kurang mengerti maksud dan tujuan dia. Setelah dirusak, kemudian dijual juga, karena dia tidak bisa mengatasinya.

Kelakuan-kelakuan di setiap peristiwa memuculkan banyak pemikiran tentang cerminan tentang permasalahan di lingkungan sekitar. Diamana banyak barang yang sesungguhnya miliknya sendiri malah dirusak untuk kepentingannya. Itulah kehidupan, apa yang kita lakukan, sebenarnya sudah tercemin dalam kehidupan dilingkungan kita. Manusia hanya makhluk yang mencontoh dan meniru. Tinggal bagaimana cara berfikir kita dan cara memilih mana yang baik dan buruk bagi kondisi kehidupan kita secara pribadi. Kadang kejelekan dari kehidupan kita tidak ada orang yang tau, memang hati dan sikap berbeda pandangan jika dilihat konsep nilainya. Perilaku yang menilai adalah sesama manusia sendiri, sedangkan hati atau niat, yang menilai adalah yang mempunyai kuasa untuk mengendalikan dan menciptakan hati. Yaitu Allah SWT. Manusia hanya bisa menutup dari kesalahan kepada manusia, tapi manusia tidak bisa menutupi Allah atas kesalahan yang dibuatnya.




Minggu, 13 Agustus 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...