Langsung ke konten utama

ANTARA SADAR DAN TIDAK SADAR DENGAN CINTA

Tidak ada seorang pun yang mampu mengendalikan cinta. Semua persembahan yang diberikan oleh Allah itu merupakan anugerah. Termasuk juga kebencian dan percintaan. Kebencian timbul karena akibat yang menjadi sebab. Apapun di dunia ini adalah sistem perputaran sebab akibat. Orang membunuh, mencela, menjelekkan dan mengumbar aib sesama, itu merupakan akibat yang muncul karena sebab. Sekarang orang berbondong-bondong menancapakan jarum di tangan saudaranya sendiri, saudara seiman dan seagama. 

Kemarin tak sengaja aku bertemu dengan pengamen di pinggir jalan, mereka bertiga. Masing-masing membawa peralatannya untuk segera dimainkan. Ada yang membawa gitar, ada yang membawa alat musik buatannya sendiri, alat itu suaranya mirip sekali dengan ketimplung, bahkan ada juga yang membawa alat buatan hand made berbahan tutup botol kaca yang bunyinya icik, icik, icik. Mereka bertiga dengan menikmati membawakan satu buah lagu dangdut kepunyaan Bang Haji Roma Irama yang berjudul begadang. Pelan-pelan mereka memainkan musiknya. Terasa sangat teratur irama nada dari alat-alat musik buatannya itu. Tiap malam mereka melakukan pekerjaan itu. Sereceh koin dan minimal selembar uang ia dapatkan saat bekerja. Mereka secara rutin melakukan pekerjaan itu, entah itu karena hasil atau cintanya mereka kepada pekerjaan itu. 

Tuhan tak pernah tidur, Dia maha melihat hambanya yang kesusahan, dia selalu menjaga tidur dan bangun hambanya. Apapun kondisi yang dialami hambanya, dia selalu ikut campur dengan permasalahan itu. Manusia harus bisa menjaga hubungan internalnya dengan Tuhan. Hubungan dalam konteksnya ada dua macam, yaitu hubungan internal dan eksternal. Hubungan internal yaitu hubungan manusia dengan Tuhan melalui hati. Sedangkan eksternal yaitu hubungan manusia dengan manusia lain,baik berupa kontak fifik atau kontak batin. Sebab hati adalah sumber dari segala niat sebelum melakukan. Apa yang diucap oleh hati, kadang berbeda dengan apa yang di ucap oleh mulut.

Sikap saling membunuh dan mencaci maki sesama manusia yang lain meruapakan ketidakharmonisan hubungan antara hati dan mulut. Orang menggunjing satu sama lain. Saling memukul dari belakang, itu semua adalah sikap yang tidak bisa menikmati keadaaan dalam hal apapun. Ketidakharmonisan itu lah yang memunculkan kurangnya sikap cinta, manusia sudah diberikan Tuhan cinta, tinggal bagaimana cara mengolahnya untuk menjadi hal yang lebih baik. Ada kemungkinan banyak cara metode untuk melakukan cinta. Setiap orang juga pasti mempunyai metode untu bercinta sendiri-sendiri. 

Cinta tak hanya mempunyai arti sepasang sejoli yang sedang dimabuk kasih, cinta adalah landasan orang untuk melakukan sesuatu disamping dari niat. Seorang pengamen tadi sangat mencintai  pekerjaanya. Tiap malam mereka lakukan secara bersama-sama, apapun hasil yang mereka dapat, tidak akan menjadi sebuah masalah yang berarti. Menurut saya, mereka melakukan tersebut atas dasar cinta di hatinya. Dengan Tuhan, manusia juga sangat butuh cinta, cinta kita terhadap sesuatu, baik itu berupa benda, atau apapun yang membuat kita bisa merasa jatuh cinta, tidak lain dan tidak bukan atas dasar kecintaan terhadap Tuhan. Cinta kepada sesuatu hanya sebuah perantara manusia kepadaNya. Karena dengan cinta, semua berjalannya proses kehidupan akan berjalan seiring dengan cara kita menikmati proses tersebut. 

Kalau pengamen tersebut melakukannya atas dasar hasil, pasti dengan hasil seperti itu, mereka akan berhenti untuk mencari pekerjaan lain yang lebih besar nilai penghasilannya. Beruntung sekali, Tuhan juga tidak pernah meridhoi kita, tidak pernah memberi hasil kepada manusia, tidak pernah memberi kebenaran untuk manusia. Manusia hanya dianjurkan untuk berusaha dan berjuang. Tuhan memang pintar dalam menyembunyikan segala sesuatu yang dia kehendaki. Bayangkan, kalau Tuhan memberi itu semua kepada manusia dengan percuma. Apa daya manusia untuk hidup. Mereka bisa santai berleha-leha. Toh Tuhan sudah memberi apa yang manusia cari. Maka dari itu, tugas manusia hanya mencari, mencari dan mencari apa yang tidak ditunjukkan oleh Tuhan, dengan cara beribadah kepadaNya.

“Apakah kamu benar-benar mencintaiku Lis?” Tanya Sobah kepada Sulis.

“Aku benar-benar mencintaimu Bah” Jawaban Sulis dengan tegas dan mantap.

“Apa alasanmu mencintaiku?” Sobah betanya lagi. 

“Aku mencintaimu karena ketaatanmu kepada Allah” Lagi-lagi dijawab Sulis.

“Kenapa dengan alasan itu kamu mencintaiku?” Tak henti-hentinya Sobah bertanya.

“Kalau kamu taat kepada allah, insyaallah kamu juga bisa mencintaiku karena Allah” Jawaban dari sulis yang agak sedikit ada rasa jenuh, karena sebelumnya pertanyaan itu sudah berulang kali Sobah tanyakan. 

“Kenapa dengan taat kepada allah, aku bisa mencintaimu?” Ketika Sobah bertanya dengan pertanyaan yang berkelanjutan dan bersambung, Sulis tidak bisa menjawabnya. 

          Aku kurang mengerti apakah cinta itu sadar atau tidak. Kalau memang sadar, apapun yang ditanyakan Sobah pada Sulis, pastinya Sulis bisa menjawabnya dengan mudah. Kalau cinta itu tidak sadar, dengan pertanyaan yang terus menerus dilontarkan Sobah kepada Sulis, Sulis kesulitan untuk menjawabnya. 

Cinta kepada siapapun, dengan siapapun dan oleh siapapun, nanti pada akhirnya tetap juga menuju kepada Allah. Jadi cinta itu memang karena Allah, meskipun di awal nya entah sebab apa yang berakibat menjadi cinta, jalan apa yang membelokkan cinta, kerikil-kerikil yang seperti apa menghendus cinta. Pada akhir dramanya, allah lah sebab manusia mencintai apapun itu.



Jumat, 18 agustus 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...