Kesepian adalah keheningan yang bingung tanpa sandaran.
Hilir mudik, kanan ke kiri, melingkari seluruh kenangan Marina saat dia duduk
di tepian sungai sebelah rumahnya. Tepian itu tak seluas hamparan Pantai
Pandawa. Di semak rerumputan, dijadikan ulat untuk menyambung kehidupan
kelompoknya. Mariana kelihatan geli
ketika dia berjalan mengitari tepian sawah itu. Marina sudah bosan dengan
keheningan. Sudah bosan dengan kesunyian. Dia ingin keramaian yang tak pernah
dialami semasa hidupnya. Kesunyian itu terakhir kali dialami Mariana ketika dia
ditinggal mati oleh suaminya. Tragis memang, Rumah terletak di hamparan sungai
yang luas. Sangat sedikit tetangganya. Hiruk pikuk malam hari sangat tak
terasa. Saat jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam, sunyi itu semakin
menjadi-jadi. Marina bingung ketakutan, dia tinggal sendirian, hanya ditemani
beberapa ayam peninggalan suaminya. Tubuhnya dipojokkan dalam kamar. Dia sangat
benci dengan kesunyian. Sunyi yang menjadikannya tiada, sunyi yang menjadikan semua
kenangan itu ada. Ingin rasanya menghilangkan semua tentang kesunyian.
Marina terus saja memojokkan dirinya di kamar. Usaha
untuk memejamkan matanya dilawan oleh ketakutannya yang mendalam. Ketakutan itu
semakin ada ketika larut malam. Marina lelap tertidur saat ayam-ayam
peliharaannya sudah bangun dari tidurnya, tepat pada pukul dua pagi. Setiap
malam kejadian itu terus berputar. Ketakutan terus melanda. Karena sunyi selalu
ada. Sunyi akan hilang saat keramaian itu datang. Dan itu lah yang dicari
Marina setiap malam. Mencari terus mencari arti dari sebuah makna keramaian.
***
Pernikahan itu dijalaninya hanya enam tahun saja,
kehidupan yang baru dialami Marina. Kehidupan enam tahun tanpa ada seorang
anak, kala dahulu, dia sering keluar melihat kupu-kupu di bunga-bunga miliknya.
Sambil membayangkan kupu-kupu itu adalah anknya yang bermain kesana kemari. Ketika
dia melihat kupu-kupu menyedot madu dari bunga tersebut, terlihat Marina
menggelinjang, seakan-akan payudaranya dihisap oleh anaknya. Dia
terbayang-bayang meminang anak sambil menyusuinya. Susunya sangat lancar,
dibukanya susu itu, padahal dia sedang berada diluar. Para tetangga
memandanginya, karena dia terbayang-bayang sedang meminang anak sambil
menyusuinya, dia tidak sadar padahal payudaranya diremas-remas sendiri di luar
rumah.
“ Mar, apa yang kamu lakukan.! ” Sapa tetangganya.
“ Saya sedang meminang bayi dan menyusuinya “
“ Kamu gila, kamu sedang menghayal, sadarlah Mar.!!.
lihat suamimu sudah pulang. cepat Urusi dia..!! “
Hentakan itu yang membuat dia sadar, tampak suaminya pun melihatnya.
Suaminya bingung. Segala cara sudah dicoba. Usaha apapun sudah dilaksanakan.
Tapi anak pun tidak menghasilkan. Keinginan dari Marina sudah tidak bisa
dibendung lagi. Dia yakin suaminya yang mandul. Suaminya yang tidak dapat
menghasilkan anak. Memang saat bersenggama alat kelaminnya mengeras. Tapi
mungkin sperma yang dihasilkan tidaklah sebagus pria yang lain.
Tiap malam, Marina mengamuk.
Dia selalu menyalahkan suaminya yang mandul. Padahal mereka belum
memeriksakannya ke dokter. Kemandulan itu belumlah pasti siapa. Tapi Marina
sangat yakin kalau suaminya yang mandul. Keyakinannya itu didukung ketika waktu
bersetubuh, marina tidak bisa merasa puas dengan hubungannya. Ketidak puasan
itu ia sembunyikan terhadap suaminya. Tapi itu dulu. Sekarang dia marah besar
kepada suaminya. Semua ungkapan yang sempat ia sembunyikan, dia luapkan ketika
kemarahan itu muncul.
***
Dalam benak Marina, sempat
ia berfikiran untuk berhubungan intim dengan orang lain. Menurutnya sangatlah
mudah mencari lelaki lain yang mau berhubungan intim dengannya. Meskipun dia
sudah menikah selama enam tahun, tapi kemolekan tubuhnya tetaplah indah. Tidak
jarang ketika Marina belanja ke pasar, banyak lelaki yang memandangi bokongnya
dari belakang. Dia sadar apa yang dilakukan para lelaki itu, tapi Marina hanya
mendiamkannya. Sebagai seorang perempuan, mungkin Marina akan marah. Tapi yang
dilakukan Marina ini justru sebaliknya. Dia malah senang karena kemolekan
tubuhnya bisa dinikmati oleh lelaki lain. Meskipun itu bukanlah suaminya.
Kepuasan itu tidak ia
dapatkan di suaminya, dia ingin mencari lebih dari pada suaminya. Dari beberapa
lelki yang menggodanya, ada satu laki-laki yang menurutnya enak dipandang,
usianya cukup mudah jika dibandingkan dirinya. Badannya tegap besar, kulitnya
sawo matang, khas ke Indonesiaan. Belum sempat melakukan, ia sudah membayangkan
kepuasan yang didapat setelah berhubungan dengannya.
Ketika Marina ke pasar, dia mencari-cari lelaki itu, Sapudin namanya. Ketika
melihat dia, Marina sudah lupa dengan suaminya. Suaminya dianggap sebagai angin
yang berlalu. Angin yang hanya berhembus lewat kemudian hilang. Dengan
kehilangan itu, Marina merasa bebas untuk melakukan suatu hal tanpa
sepengetahuan suaminya.
Ditunjukan kemolekan tubuhnya dihadapan Sapudin. Dia berdandan spesial demi
Sapudin. Sebenarnya Sapudin tahu apa maksud dari Marina. Tanpa pikir panjang
Kemudian tangan Marina digeret dan dibawa ke rumah Sapudin. Sapudin memang
terkenal dengan pemuda bujang, dia tinggal di rumah sendirian. Hidupnya sebtang
kara. Jadi dia bebas melakukan apapun dirumah tersebut. Hubungan itu
dilakukannya dengan penuh kepuasan. Mereka tidur bersama. Bercumbu bersama,
tanpa mengenal dosa. Akhirnya Marina mengalami kepuasan yang tiada tara jika
dibandingkan dengan suaminya. Kenikamatan yang berbeda. Dari kenikmatan itu,
tentunya dia menginginkan seorang anak meskipun bukan dari suaminya.
***
Kejadian itu berlangsung lama, hubungan itu juga berlangsung lama. Dia
melayani dua orang lelaki, yang pertama suaminya dan lelaki pemuas nafsunya
yaitu Sapudin. Tanpa ada sesal diantara keduanya. Mereka menjalaninya dengan
sepenuh dan kerelaan hati.
Kabar keduanya sudah bukan
kabar burung lagi. Mereka hinggap dimana-mana. Tidak tahu tempat. Baginya semua
tempat adalah surga yang terbentang. Terus saja mereka melakukan itu. Tapi
sempat terfikirkan dalam benak Marina,
“ Aku sudah seringkali
berhubungan, tapi aku tidak merasakan tanda-tanda kehamilan ”
Kebingungan itu terus menghantuinya. Dia masih membingungkan
“ yang mandul itu saya atau suamiku.”
Kegilaannya semakin menjadi-jadi. Tingkah lakunya mirip ayam yang mau di
setubuhi oleh siapapun. Bertelur sana-sini. Akhirnya kelakuan mereka meresahkan
warga sekitar. Mereka di hukum dengan cara diarak tanpa busana dan dilempari
batu oleh penduduknya. Akan tetapi Marina tidak mati-mati. Sapudin lebih dulu
meninggalkannya. Marina tetap hidup, tapi dengan atas hukuman yang diberikan
Marina tetap dibiarkan tinggal di desa, meskipun dia sudah tidak bernilai
harganya. Kecantikannya tak ternilai lagi, kemolekannya sekarang berupa luka-luka
bekas lemparan batu.
Suaminya marah besar, kekecawaan yang tidak bisa dibendung lagi. Marina
menyesal dengan semuanya. Kemandulan atas dirinya sudah diketahui. Suaminya
memilih pergi di dalam bayang-bayangannya. Bayang-bayang itu menghantui dirinya
kemanapun dia berada. Kemampuan untuk menghilangkan bayang-bayang itu terasa
sulit dilakukan. Dihapusnya dari sisa-sisa kenangan itu sirna oleh penyesalan
yang sulit dimengerti.
***
Keramaian itu didapatkannya dengan kepedihan yang mendalam. Keramaian yang
dihasilkan tak sebayang yang dia pikirkan. Sedangkan kesunyian itu hadir disaat
semuanya sudah terlupakan. Sisa-sisa kepahitan itu terus muncul di saat jarum
jam menunjukkan pukul sembilan malam. Dimana pukul itu tepat suaminya
mencurahkan kasih mesra kepadanya. Tapi kalau jarum jam menunjukkan sudah pukul
dua pagi. Kehidupan yang terus berputar itu pun semakin ada dan semakin terasa
bayangannya.
Komentar
Posting Komentar