Perkenalkan nama saya Ahmad Baharuddin Surya, saya dari
jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam tulisan ini saya akan menceritakan
mengapa saya ikut dan bergabung dengan PMII ?. sebelum saya menceritakannya, saya
mau flasback terlebih dahulu. Ceritanya yaitu dulu pada waktu SMP, saya
tergolong orang yang sebenarnya tidak terlalu suka dengan yang namnya
organisasi, seperti halnya OSIS. Dengan alasan sebenarnya cukup simpel. Intinya
saya tidak mau dibuat ribet dengan urusan-urusan Proker-prokernya OSIS. Akan
tetapi setelah saya menginjak bangku SMA, saya berfikiran bahwa kalau saya
tidak pernah berkecimpung ke dalam struktur pengurus OSIS, maka saya tidak akan
pernah mengerti seluk beluk cara kerja sistem OSIS. Maka dari itu waktu SMA
saya mau tidak mau harus ikut dalam struktur kepengurusan OSIS. Apapun caranya.
Pada waktu itu saya aktif di setiap kegiatan OSIS. Berhubung sekolah saya yang berada di lingkup pondok dan proker dari osis juga cukup banyak, baik itu acara
keagamaan, PHBN dan lain sebagainya. Kemudian waktu reformasi kepengurusan,
pada saat itu saya masih kelas 1 SMA sudah masuk dalam struktur kepengurusan
OSIS. dengan kegiatan yang ada Lama kelamaan saya mulai senang dengan semua kegiatan OSIS, apalagi
ribetnya saat menjadi ketua panitia. Dan pada saat itulah saya sangat aktif
dalam kegiatan OSIS.
Pada waktu saya menginjak kelas 2 SMA, dan pada saat itu
juga ada reformasi kepengurusan OSIS. Lantas kenapa saya pada waktu itu
dicalonkan sebagai ketua OSIS. sempat bingung, sudut pandang mana yang digunakan sampai saya dicalonkan jadi ketua. Pada dasarnya saya tidak mempunyai pengalaman
dalam bidang organisasi, saya ini tipe-tipe orang yang sangat susah sekali
kalau ditaur. Orang bertipe seperti itu seharusnya tidak pantas untuk menjadi
seorang ketua. Tetapi setelah selang beberapa waktu saya berfikir “ Tidak ada salahnya
mencoba, kalau kepilih kan saya ketuanya, apapun yang saya lakukan, mereka para
anggota harus nurut kepada saya ”, pikiran seperti itu yang muncul dari fikiran
saya. Waktu pemilihan ketua OSIS itu akhirnya saya yang menjadi ketuanya, saya
terpilih untuk menjadi ketua OSIS. Mau tidak mau saya harus terikat dengan
sesuatu yang bernama organisasi. Dan itu merupakan hal yang paling tidak saya
suka. Tetapi mau tidak mau saya terpilih menjadi ketuanya. Saya harus memimpin. waktu demi waktu, Kemudian dalam proses kerjanya, saya merasa bingung proker apa saja yang harus
saya buat. Tanpa pikir panjang pada rapat kerja, saya memutuskan pada setiap
departemen saya ingatkan kalau buat proker yang sama dengan tahun lalu, akan
tetapi kalau bisa cara kerjanya dalam kegiatan itu harus berbeda dengan
kegiatan pada masa periode sebelumnya.
Pada saat periode saya juga ada perombaan dengan nama
OSIS menjadi PK IPNU IPPNU, karena yayasan sekolah saya masih bernaungan
MA’ARIF. Dan itu harus dirubah atas perintah dari cabang IPNU IPPNU Lamongan
dengan persetujuan MA”ARIF. Entah ini lucu atau aneh, pada saat itu yang belum
diubah namanya hanya SMA saya, meskipun bolak-balik di peringatkan oleh PAC
IPNU IPPNU kecamatan Glagah. Tetapi saya tidak pernah menggubrisnya. Saya
berfikiran kalau dalam masa kepemimpinan saya, saya tidak mau ada orang yang
ikut campur kecuali para guru. Saya tidak mau pihak eksternal mencampuri urusan
kepengurusan OSIS periode saya. mungkin saking pegelnya, sampai-sampai pihak
dari PAC menemui kepala sekolah kami untuk meminta persetujuan agar mengganti
nama OSIS menjadi PK (Pimpinan Komisariat). Dan saat itu juga lah nama OSIS di
sekolahan saya resmi diganti.
Itulah sedikit cerita berorganisasi saya pada waktu dulu,
apabila dihubungkan denga saya mengikuti PMII ini, sebenarnya saya SMA sudah
mengetahui nama PMII. Dalam benak saya PMII itu saya fikir organisasi yang
seperti IPNU IPPNU. Cuma dalam lingkup perkuliahan. Saya mengenal PMII itu
dikenalkan oleh teman saya di UPN Surabaya. Dia juga ikut dalam PMII. Saya
disarankan nanti pada waktu kuliah harus mengikuti PMII, katanya nanti kamu
berproses dan mengembangkan potensi yang ada pada dirimu. Dan setelah itu pada
waktu saya masuk dalam dunia perkuliahan, pada awalnya saya mencari PMII itu
tidak ketemu, akhirnya saya konsultasi dengan temenku yang dia terlebih dahulu
ikut dalam kegiatan rutinan PMII. Setelah itu saya sering mengikuti kegiatan
rutin di PMII Rayon Sahabat UNESA Lidah Wetan, Komisariat UNESA. Saya pada
awalnya ikut hanya sebatas ingin tahu, apa sih yang ada di PMII itu. Sebelumnya
saya tidak mengetahui kalau PMII itu Aswaja. Saya mengetahuinya ketika saya
tanya-tanya kepada ketua Rayonnya yaitu Mas Hendra. Karena keluarga saya asli
NU, kental dengan ASWAJA. Maka saya memutuskan untuk aktif di PMII.
Setelah lama-lama saya aktif di PMII Rayon Sahabat, saya
di suruh ikut kegiatan yang bernama MAPABA yaitu Masa Penerimaan Anggota Baru.
Di kegiatan itulah saya baru mengenal PMII. Ternyata beda dengan IPNU IPPNU,
kalau IPNU IPPNU itu mengurusi kaderisasi di bidang pelajar sedangkan PMII itu
mengurusi kaderisasi di bidang mahasiswa dan juga bekerja dalam lingkup
perpolitikan kampus. Akan tetapi di Rayon Sahabat ini saya lebih berorientasi
pada kekeluargaan, kental sekali kekeluargaan di Rayon Sahabat, itu menurutku.
Setelah memutuskan ikut mapaba, setelah itu saya sudah mempunyai angan-angan
tentang tujuan saya ikut di PMII. Tujuan saya yang paling utama di PMII
tentunya ingin mempunyai keluarga baru, atau mencari relasi dan teman
sebanyak-banyaknya. Tetapi dengan mengikuti PMII ini saya secara pribadi tidak
suka dengan yang namanya unsur keterkaitan dan sistem pengkotak-kotakan. PMII
ini saya jadikan sebagai wadah untuk tempat saya berproses dan mengembangkan
kreatifitas saya. akan tetapi secara pribadi saya tidak mau dengan sesuatu yang
adanya unsur keterkaitan. Memang ada rasa memiliki di PMII. Tapi untuk lebih
berpengaruh saya tidak terlalu jauh. Karena saya menentang sekali dengan faham
kefanatikan. Karena saya yakin kebenaran di dunia masih abstrak. Kebenaran
mutlak hanya ada di Allah SWT. Kita sebagai manusia hanya bisa berijtihad yaitu
mencari suatu kebenaran. Hanya mencari, bukan menentukan.
Surabaya, 26 Maret 2017
Ahmad Baharuddin Surya
Surabaya, 26 Maret 2017
Ahmad Baharuddin Surya

Komentar
Posting Komentar