Langsung ke konten utama

HARI PERTAMA

Entah kenapa malam ini terasa berbeda dengan malam sebelumnya, apa yang membuat beda itu saya masih belum juga tahu. Karena aku sadar, aku kurang bisa memahami jati diriku sendiri. Tapi malam ini aku menangkap sesuatu yang berbeda pada diriku. Dari tadi pagi sampai sekarang aku diselimuti oleh kejengkelan dan kegelisahan. Mulai yang pertama saat tadi pagi, perkiraanku waktu aku pulang ke rumah, di sana banyak hiburan buat diriku. Maklum lah aku ingin sedikit refresing dari segala tugas yang membebaniku. Memang ada sedikit hiburan tadi pagi, yaitu dengan kedatangan ponakanku yang lucu, imut dan menggemaskan. Dengan kedatangannya, itu sedikit mengobati rinduku padanya. Karena aku sedang mencari ilmu ke kota orang dan itu yang membuatku jarang bertemu dengannya. Aku setengah hari bermain bersamanya. Dari yang sekedar hanya bermain dirumah sampai dia aku ajak ke pasar sambil menghantar ibu ke pasar. Seharian dirumah sedikit melupakan beban tugas kuliahku. Namun pada siang harinya rasa-rasa bosan pun muncul seketika, rasanya ingin kembali saja ke kosan tercinta sambil mengerjakan tugas yag belum selesai. Sedikit menghilangkan kejenuhan dirumah, aku memutuskan untuk pergi jalan-jalan ke kecamatan sambil mengamati apa saja perubahan-perubahan yang terlihat di kecamatanku. Tak terduga, ternyata sama saja dengan empat atau enam tahun yang lalu. Tampak sepi, aku hanya melihat adik-adik SMP dan SMA pulang bareng berjajaran di jalan. Tersentak aku seakan-akan teringat waktu SMP dulu. Waktu berangkat sekolah pagi-pagi, mengontel sepeda itu pun sudah menjadi sangat terbiasa, tertawa canda bergurau dijalan dengan teman-teman sampai pernah di marahi oleh bapak-bapak pengguna jalan. Itu pun juga sudah terbiasa. Kadang juga pernh dimarahi oleh pengendara mobil karena kami bersepeda dengan berampak-rampak. Mungkin bapak sopir tadi mengira aku dan teman-teman menghambat perjalanannya. Tetapi dengan omelan-omelan itu kita bisa tahu kalau di jalan itu pun harus sopan dalam berkendara. Kalau dinikmati memang nikmat, 3 tahun bersepeda dengan jarak sepuluh kilometer pulang pergi. Hitung-hitung berangkat sekolah sambil berolahraga. Karena aku juga jarang sekali untuk berolahraga dirumah. Itupun mungkin seminggu bisa satu atau dua kali.


Setelah mengelilingi kecamatan dengan bersepeda motor, rasa bosan itu pun malah menjadi –jadi. Aku putuskan untuk pulang dan balik ke kosan. Lhaa, waktu dikecamatan tadi aku bertemu temanku, saya janjian balik ke Surabaya pukul setengah dua. Lalu setelah janjian aku pulang mau beres-beres mandi dan mempersiapkan semuanya. Tepat pukul setengah dua kurang aku sudah siap-siap, tapi temanku tadi tak kunjung datang kerumah, di telepone, di sms di bbm tidak di jawab. Dengan suasana seperti itu, aku merasa jengkel dan marah, bagaimana tidak, janjian pukul setengah dua, aku tunggu samapai pukul tiga dia tak kunjung datang. Akhirnya selang beberapa menit, dia datang. Aku kira dia datang dengan pakaian langsung siap berangkat. Tapi dia datang bukan untuk menjemputku, akan tetapi dia malah minta izin supaya pulang ke Surabyanya di undur karena dia ingin bermain futsal terlebih dahulu. Setelah lama berunding dengannya, akhirnya saya jelaskan kalau setelah ini aku ada kerja kelompok, jadi akhirnya dia tidak jadi dan memutuskan untuk pulang ke surabaya saat itu juga. Ketika sudah di perjalanan, aku mendapatkan sebuah SMS dari teman kosku kalu dia ingin pindah. Yang aku herankan, kenapa dia tidak bilang kalau pindahnya hari ini. Kalau dia bisa bilang, mungkin aku dari rumah bisa membawa persiapan. Itu yang membut saya jengkel sampai saatini, padahal dia sendiri yang mencari kos disini, atas dasr kemauannya sendiri. Tapi kenapa kok begini, kenaa orang tuanya tidak bisa berfikir secra terbuka. Sungguh sangat kecewa. Mungkin ini yang membuat aku tidak bisa tidur sampai saat ini. Disisi lain banyak tugas yang masih menunggu. 



28 / 03 /2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inner Child itu Nggak Lucu, Malah Jadi Simbol Kemiskinan

Banyak dari kita pasti pernah mengalami rasa ingin kembali lagi ke masa kecil. Ingin mengulangi masa di mana hidup sangat sederhana, sebatas main, tidur dan sekolah. Masalah yang ada pun tidak sekompleks setelah kita tumbuh dewasa. Kalau menurut saya tumbuh besar itu tidak enak.  Satu dari sekian banyak yang dikangeni dari masa kecil adalah masa bermain. Hal itu bukan tanpa alasan, sebagian besar hidup kita saat kecil, dihabiskan dengan bermain. Tak ayal, satu dari sekian kenangan ini bisa sangat membekas bahkan terbawa hingga dewasa. Banyak orang dewasa yang ketika melihat mainan atau permainan, rasa ingin ikut bermain juga ikut tumbuh.  Dari sini saya mulai berpikir, apakah masa kecil tidak ada habisnya? Lihat saja tempat-tempat hiburan seperti pasar malam, tidak sulit melihat bapak-bapak di area permainan yang (mungkin dengan alibi) mengajak main anak mereka. Padahal mereka sendiri sangat ingin memainkan permainan tersebut. Bagi orang dewasa, hiburan seperti mainan atau per...

Bagian yang Sering Dilupakan Saat Memperjuangkan Nasib Masyarakat Kecil

Sumber gambar: Shutterstock.com Gara-gara media sosial, kehidupan manusia sekarang bisa dibedakan menjadi dua bagian, maya dan nyata. Dua jenis kehidupan yang sangat bertolakbelakang. Dunia maya berarti semu, imajinatif, dan mendekati manipulatif. Sedangkan dunia nyata, adalah dunia yang mendekati titik kesadaran. Apa yang kita lakukan hari ini, apa yang terjadi pada kita hari ini, itulah dunia nyata. Bukan yang terjadi besok, apalagi beberapa hari belakangan. Yang jadi pertanyaan, waktu kita, lebih banyak dihabiskan di mana, di dunia nyata apa di dunia maya. Selama 24 jam, berapa jam waktu kita habis di dunia maya. Jika benar lebih banyak di dunia maya, berarti selamat datang dengan duniamu yang serba manipulatif dan seolah-olah diada-adakan. Begitu juga dengan masalahnya. Dua dunia ini memiliki konflik yang berbeda-beda. Dulu, hadirnya masalah dikarenakan kita sering bertemu fisik. Sekarang, dengan dunia maya, tanpa bertemu, tanpa mengenal, justru bisa jadi masalah, bahkan bisa merem...

Cerita Hafidz Quran Bisa Hafal Cepat di Usia Dini, Salah Satunya Menghafal di atas Pohon

Bilal wajahnya tampak sumringah saat ia turun dari panggung wisudah. Sambil menenteng ijasah tahfidnya, ia berlari menghampiri orang tuanya. Tanpa sadar, air mata bahagianya menetes pelan-pelan. Mereka memeluk Bilal dengan penuh syukur. Mereka sangat bahagia, anak bungsunya berhasil menghafal Al-Quran 30 juz di usia yang tergolong sangat dini. Kelas 1 SMA, baru berusia 16 tahun.  Di saat anak seusianya bermain dan bersenang-senang, nongkrong di warung, main game, pacaran, tawuran, dan sebagainya, Bilal mencoba menahan beragam godaan duniawi itu. Bukan berarti ia tidak bermain, tetapi kadar mainnya ia kurangi demi mewujudkan harapan orang tuanya, yaitu menjadi hafidz Quran.  Melarang Anaknya Bermain, tapi Menyediakan Billiard di Rumah Orang tuanya sangat mengerti keadaannya. Meski dibatasi, mereka tidak membiarkan anaknya tidak bermain begitu saja. Mereka mendukung anaknya bermain dengan cara mereka menyediakan media permainan sendiri di rumah. “Di rumah ada kok mainan. PS juga...