Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2024

Pengalaman Mengurus Jenazah di Perumahan, Sebuah Kematian yang Penting untuk Direncanakan

  Kehidupan di perkotaan memang sangat berbeda dengan di pedesaan. Dari suasananya, budaya masyarakatnya, atau sampai pada cara bersosial mereka.  Pendapat saya ini tidak muncul di satu kota saja, karena di beberapa kota yang sempat saya kunjungi, rata-rata menunjukkan hal yang serupa. Saya kecil di desa dengan budaya masyarakat pedesaan. Cara berpikir mereka sedikit banyaknya saya tahu. Dari bagaimana cara mereka menyikapi suatu masalah, sampai memperlakukan masalah itu. Tetapi poin yang saya ceritakan ini lebih ke dimensi-dimensi bagaimana mereka bersosial. Terutama berhubungan dengan para tetangga dan lingkungan sekitar. Saat itu, semenjak Covid ke dua, suasana di Surabaya sangat mencekam. Setiap hari, tidak kenal waktu, para ambulans berkeliaran di jalanan. Sambil sirinenya dibunyikan, ambulans itu melaju cepat. Kemudian di bagian belakang mobil, coba saya perhatikan ternyata banyak perawat yang memakai baju hazmat. Artinya, kalau bukan pasien Covid, pasti itu pasien k...

Kita Boleh Nakal, tapi Harus Punya Keterampilan

Kata orang, tukang potong rambut itu pekerjaan enak. Kerjanya hanya berdiri sebentar terus memotong rambut menggunakan tangan.  Itu pun bisa dikerjakan sebentar, tidak membutuhkan waktu berjam-jam. Alatnya juga sederhana, hanya berbekal kaca, gunting, dan silet. Cukup dengan itu para tukang potong sudah bisa bekerja. Bagi orang lain yang hanya sekadar melihat, anggapannya pasti mudah, tetapi bagi yang menjalankan, tentu tidak sesederhana itu. Meski terbilang sederhana dan cukup simpel, namun tukang potong itu pekerjaan profesional, tidak semua orang bisa melakukannya. Butuh keterampilan tinggi. Jika tidak ada keterampilan, bisa-bisa rambut yang mulanya pingin rapi, malah bisa jadi berantakan. Orang datang pingin ganteng, malah jadi jelek.  Soal rambut ini berbeda. Rambut kalau sudah dipotong, tidak bisa ditumbuhkan dengan cepat. Butuh waktu berhari-hari. Berbeda dengan celana. Jika dipotong terlalu pendek, mungkin masih bisa disambung dengan jahitan, tapi tetap, hasilnya...

Puisi Muhammad Tolhah Kumbakarna

Pukul 21.30   Pukul 21.30 kita bercengkrama Kemudian kita saling suap perihal canda dan air mata Secuil nasi hinggap disudut bibirmu, ku usap, kau tertawa Hingga fajar tiba, kupeluk kau mesra tanpa arah.    Dingin hawa ruang tunggu RS Adi Husada Kau genggam tanganku yang sedang meregang asa Delapan jahitan dibagian Fibula agar tidak mengangah luka Malah takdir yang mengoyak Atma   Hai, masihkah kau ingat rasa tembakau yang kutitipkan  pada bibirmu yang merona?     Benang Raja   Ketika kita bercengkrama.  Hujan melantunkan nada.  Benang Raja melengkung indah.  Menyaksikan alunan hangat peluk kita.   Darah segar keluar  dari cela Tibia dan Fibula.  Mengucur indah merangkai kisah.  Berjuta kisah bertukar lara.  Kala setia menjelma  korban putus asa.    Getar tanganmu jadi saksi luka.  Kisah kita menjadi prahara.  Ketida...